EDITOR.ID, Jakarta,- Presiden Joko Widodo (Jokowi) benar-benar marah terhadap aksi teroris yang melibatkan anak balita. Jokowi pun menabuh genderang perang melawan teroris. Langkah nyata Presiden dengan menghadirkan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) TNI. Tujuannya, memberikan rasa aman kepada masyarakat dari ancaman terorisme.
Koopssusgab merupakan pasukan TNI yang bertugas sebagai antiteror. Komando tersebut berasal dari pasukan khusus yang dimiliki tiga matra TNI. Yakni Sat-81 Gultor Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD, Detasemen Jalamangkara (Denjaka) TNI AL, dan Satbravo 90 Komando Pasukan Khas (Paskhas) TNI AU.
Presiden Jokowi menegaskan Koopssusgab hanya akan diturunkan untuk situasi ancaman di luar kapasitas Polri.
DPR Tak Berkenan
Kehadiran Koopssusgab TNI langsung mendapat respon positif sebagian besar elemen masyarakat. Namun ternyata ada juga politisi yang tidak berkenan hadirnya TNI dalam ikut perang melawan teroris.
Salah satunya Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Ia minta Jokowi tidak buru-buru menerjunkan pasukan elite TNI untuk menumpas terorisme. Dia meminta Kepala Negara menunggu selesainya revisi UU Antiterorisme
Fadli menyebutkan pelibatan TNI termasuk pasukan khususnya diatur di revisi UU Anti-terorisme, teknisnya lewat Peraturan Presiden (Perpres).
“Kalau Perpresnya nanti langsung melibatkan TNI ya tidak ada masalah. Tapi kita belum tahu bentuk Perpresnya seperti apa. Jadi ketimbang membuat satu organisasi atau institusi baru, lebih bagus memberdayakan dan meningkatkan kinerja yanng ada,” ucap Fadli.
Bila presiden tetap kukuh ingin memlibatkan TNI dalam operasi pemberantasan terorisme, maka Fadli Zon mengingatkan harus ada payung hukumnya, yakni UU dan aturan turunannya.
“Menurut saya tunggu revisi selesai. Mungkin dua minggu ini bisa diselesaikan, kalau presiden memerlukan ini dalam Perpres melibatkan TNI di sana. Itu kan operasi militer di luar perang,” jelas dia.
Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengatakan Komando Operasi Khusus Gabungan ( Koopssusgab ) tetap harus mematuhi Undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.
Dalam pasal 7 UU 34/2004 operasi militer selain perang diatur dengan peraturan presiden.
“Kalau presiden sudah buat peraturan maka nanti DPR rapat dengan Panglima TNI,” kata Kharis di gedung DPR, Jakarta, Jumat (18/5/2018).
Dia mengatakan, UU Antiterorisme yang tengah direvisi ini sudah hampir selesai. Menurut dia, nanti harus ada sinkronisasi aturan supaya tidak tumpang tindih.
“Ada Densus, BNPT, Koopssusgab, tentunya harus ada sinkronisasi dan koordinasi sehingga jangan jalan sendiri-sendiri,” ujarnya.
Menurut dia, dalam UU TNI sudah jelas bahwa untuk operasi militer selain perang termasuk dalam memberangus terorisme harus diatur lewat peraturan presiden.
“Operasi militer selain perang itu sifatnya temporer, tidak permanen dan sesuai kebutuhan. Pembentukannya sesusi UU TNI harus dalam perpres,” katanya.