EDITOR.ID, Jakarta,- Suriah kian memanas. Pasalnya Rusia kembali menggelar angkatan perangnya dan mengirimkan kapal-kapal-kapal perangnya ke wilayah Suriah, terutama di pesisir Suriah Barat Laut. Gelaran pasukan Rusia ini membuat wilayah Suriah menaikkan eskalasi di wilayah tersebut. Pasalnya, Turki ternyata juga punya kepentingan di Suriah dengan mengirimkan pasukannya.
Akibatnya Turki dan Rusia nyaris terjebak dalam perang di Suriah. Keduanya berada di posisi berbeda, di mana Turki pro kelompok anti pemerintah sedangkan Rusia mendukung rezim Presiden Bashar al-Assad.
Karena serangan yang terus terjadi, pada Jumat (28/2/2020) kemarin, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melakukan komunikasi via telepon dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Keduanya kompak mengecam serangan di Idlib, dan meminta Rusia dan Suriah untuk menghentikan peperangan.
Hal ini dijelaskan oleh Gedung Putih. Trump juga mengutuk serangan udara Suriah, yang didukung militer Rusia yang menewaskan 33 tentara Turki.
“Kedua pemimpin sepakat bahwa rezim Suriah, Rusia, dan rezim Iran harus menghentikan ofensif mereka sebelum warga sipil yang tidak bersalah terbunuh dan terlantar,” kata pernyataan itu dikutip AFP.
Sementara itu, Rusia dikabarkan mengirimkan dua kapal perangnya ke Suriah. Sebagaimana ditulis Reuters, dari Interfax, kapal perang tersebut sudah merapat di Teluk Suriah.
Kapal itu pun dilengkapi dengan senjata canggih rudal Kalibr. Rudal ini setara dengan rudal Tomahawk milik AS yang berbasis di laut dengan jangkauan 2.600 km.
Meski demikian, tidak ada komentar resmi dari negeri itu. Namun pastinya, kini Rusia tengah menjadi sekutu dekat Suriah yang dipimpin Presiden Bashar al-Assad memerangi kelompok anti rezim yang didukung Turki.
Sebelumnya, sebanyak 16 tentara Suriah tewas karena serangan balasan dari Turki. Pembalasan ini terjadi setelah 33 tentara Turki tewas dalam serangan udara Suriah yang didukung militer Turki di Idlib.
Rudal tak hanya diluncurkan dari darat tapi juga dengan drone dari udara.
Menurut Direktur Komunikasi Presiden Recep Tayyip Erdogan, Fahrettin Altun, Turki tidak bisa menonton dan berdiri saja melihat tindakan Suriah di bawah pimpinan Presiden Bashar al-Assad.
Ia pun mendesak komunitas internasional segera bersikap untuk menghentikan kekerasan yang ditudingnya sebagai “kejahatan kemanusiaan”.
“Kami tidak bisa berdiri dan menonton peristiwa masa lalu di Rwanda dan Bosnis Herzegoviba diulang di Idlib,” ujarnya.