Dalam pidato orasinya, Yasonna mengenang peristiwa tragedi serangan teror 11 September 2001 di dua menara kembar World Trade Center (WTC), New York, Amerika Serikat.
Dia berharap kedamaian terus terbangun di antara bangsa-bangsa di dunia dengan saling bekerjasama satu sama lain antar negara.
“Tidak bisa, masing-masing negara, di era yang sudah mengglobal ini, bertindak sendiri-sendiri. Butuh kerja bersama dari seluruh negara untuk memberantas kejahatan yang sudah melintasi batas negara (transnational crimes). Jangan sampai, tragedi besar “Nine Eleven†(9/11 atau 11 September) yang memilukan itu muncul kembali dalam bentuk kejahatan lain,” kata Yasonna.
Yasonna juga menyerukan bahwa fenomena cyber bullying atau perusakan di dunia maya yang awalnya dianggap hanya mengganggu kesehatan jiwa remaja dan menjadi perhatian psikolog, ternyata berubah menjadi cyber victimization yang perlu perhatian kriminolog, peneliti dan ilmuwan sosial.
“Sebab, menggejalanya cyber bullying dan cyber victimization ini telah menghadirkan malapetaka sosial, yakni terciptanya polarisasi yang keras di tengah masyarakat. Hal ini terjadi karena diabaikannya sisi positif dari internet, khususnya media sosial, untuk mengkampanyekan segi-segi terbaik dari praktik berdemokrasi di era digital democracy, malahan justru menggunakannya untuk menghancurkan demokrasi itu sendiri,” papar Yasonna dalam orasi ilmiah berjudul “Dampak Cyber Bullying dalam Kampanye Pemilu terhadap Masa Depan Demokrasi di Era 5.0â€.
Dia menilai terbatasnya teori-teori kriminologi dan hasil-hasil penelitian tentang cyber bullying dan cyber victimization terkait demokrasi menjadi tantangan bagi para kriminolog, peneliti dan ilmuwan sosial untuk menjelaskan secara ilmiah.
“Kita harus memberikan perhatian yang khusus dan melakukan penelitian lanjutan. Kita perlu melakukan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, tidak untuk memberikan hukuman, tetapi utamanya untuk memberikan pedoman dalam penggunaan sarana internet, dan mencegah terjadinya cyber bullying, cyber crime dan cyber victimization,” imbuh Yasonna.
Dalam acara itu, Wapres Jusuf Kalla memberikan sambutan tentang perubahan gaya hidup akibat perkembangan siber. Dia menyinggung pengaruh siber di dunia politik juga signifikan.
“Dahulu, awal pemilu pasti yang pertama kita angkat ketua pengerahan massa, supaya (massa) hadir dalam kampanye. Sekarang itu tidak penting lagi, tapi yang penting pasukan siber yang dapat mem-bully atau balas bully,” kata Jusuf Kalla.