Sebagai anggota TNI AL yang lama berdinas di kapal perang. Apalagi umumnya perwira TNI AL mengawali kariernya di Surabaya, berbahasa lugas, spontan, dan Suroboyoan sering terucap diantara anggota TNI AL, termasuk para perwiranya dan itu terbawa sampai di kedinasan dilevel senior.
“Mereka dalam rapat sering menggunakan istilah Suroboyoan walau diantara mereka ada yang bukan berasal dari Surabaya atau Jawa Timur,” kata Laksma Fitri Hadi.
Jadi bila Panglima TNI Yudo Margono dengan menyatakan dirinya wong deso (orang desa) menjelaskan maksudnya memiting adalah rangkulan, para prajurit dilapangan tidak menggunakan alat apapun, apalagi dinyatakan dengan permintaan maaf sampai 2 (dua) kali menunjukan bahwa TNI masih bersama rakyat karena TNI memang lahir dari rakyat, berjuang bersama rakyat dan untuk rakyat.
“Permohonan maaf Panglima TNI ini semoga dapat diikuti pejabat negara lainnya, karena sebagai manusia biasa tentunya tidak lepas dari kesalahan,” katanya.
Budaya minta maaf dari para pejabat negara dinegeri ini memang harus dibudayakan. Semoga apa yang diawali oleh Panglima TNI Yudo Margono dapat menjadi pemicu kesadaran tumbuh kembangnya budaya minta maaf kepada rakyat bila terjadi kesalahan selama menjabat.
“Selamat kepada TNI, semoga tetap pada jati dirinya, tidak menjadi alat politik apalagi alat kekuasaan, apapun yang terjadi pada dirinya dan negeri ini,” tegasnya.
Politik TNI adalah politik negara, TNI mendarmabaktikan dirinya untuk negara, bukan untuk pemerintah atau yang lain.
Sebagaimana diketahui video ucapan Panglima TNI soal perintah memiting pendemo terkait Rempang diunggah sejumlah akun di media sosial (medsos). Laksamana Yudo mengatakan hal itu menyampaikan instruksi kepada komandan satuan bawahan terkait penanganan demo masa di wilayah Rempang.
Klarifikasi Kapuspen TNI Laksda Julius Widjojono
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksda Julius Widjojono menjelaskan konteks kalimat Panglima TNI.
“Jika dilihat secara utuh dalam video tersebut, Panglima TNI sedang menjelaskan bahwa demo yang terjadi di Rempang sudah mengarah pada tindakan anarkisme yang dapat membahayakan, baik aparat maupun masyarakat itu sendiri, sehingga meminta agar masing-masing pihak untuk menahan diri,” kata Kapuspen TNI dalam keterangan pers, Senin (18/9/2023).
Julius menyampaikan bahwa Panglima TNI menginstruksikan kepada Komandan Satuan untuk melarang prajurit menggunakan alat/senjata, dalam mengamankan aksi demo Rempang.
Panglima TNI, lanjutnya, ingin menghindari korban sehingga lebih baik menurunkan prajurit lebih banyak dari pada menggunakan peralatan yang bisa mematikan.