Jakarta, EDITOR.ID,- Pernyataan permintaan maaf Panglima TNI Laksamana Yudo Margono kepada warga masyarakat di Pulau Rempang, Batam, Kepri banyak mendapat apresiasi. Pernyataan tersebut dinilai sejumlah kalangan menunjukkan sosok Yudo sungguh bersikap ksatria dan rendah hati.
Pernyataan ini sangat menyentuh di kalangan masyarakat Pulau Rempang yang dikenal sangat memegang adat kesantunan dan keramahan.
Sikap Laksamana Yudo meminta maaf filosofinya seperti sosok dalam tokoh pewayangan Bimo. Salah satu ksatria Pandawa ini memiliki sifat dan karakter jentleman.
“Luar biasa, sungguh ini luar biasa dan sangat ksatria. Ditengah ketidakpercayaan publik terhadap pejabat negara saat ini, Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono meminta maaf atas pernyataan Panglima yang menggunakan istilah memiting pada pelaku unjuk rasa di Rempang,” sebut Laksma TNI Pur Ir Fitri Hadi S, MAP, Analis Kebijakan Publik dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (19/9/2023)
Pernyataan minta maaf disampaikan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono didepan awak media saat mewawancari Panglima TNI disela-sela acara Asex atau Asean Soliderity Exercise 01 Natuna tahun 2023 di Dermaga Batu Ampar Batam, Selasa 19 September pagi.
Apapun alasan menurut Fitri Hadi, sosok Laksamana Yudo tidak perlu diperdebatkan lagi. “Permohonan maaf dari seorang Panglima TNI, pimpinan tertingi dijajaran TNI pada kesempatan tersebut adalah hal yang sangat luar biasa,” tuturnya.
Sudah lama rakyat Indonesia tidak mendengar adanya pengakuan yang begitu jujur dari seorang pejabat tinggi negara. “Hal inilah yang patut kita apresiasi kepada Panglima TNI Yudo Margono dan semoga dapat ditiru oleh pejabat tinggi lainnya dinegeri ini,” tegas Laksma Fitri Hadi.
Lebih lanjut Laksma Fitri Hadi memaparkan bahwa permohonan maaf Panglima TNI hari ini melahirkan dua sejarah baru di Batam. Pertama untuk kali pertama negara Asean lakukan latihan bersama. Kedua untuk pertama kalinya pula seorang pemimpin tertinggi di organisasi besar di era milenium meminta maaf atas kesalahannya.
Sikap tulus natural apa adanya dimungkinkan karena terbangun dari individu individu yang lekat dengan kearifan lokal.
“Kita ketahui Laksamana TNI Yudo Margono juga dikenal sebagai Laksamana budayawan, seorang Laksamana yang membudayakan kembali pagelaran wayang kulit, wayang orang, gamelan dll. Wayang adalah seni yang menonjolkan nilai nilai kesatria dari para pelakunya,” katanya.
Ini mewarnai kehidupan Laksamana Yudo Margono. Disamping itu juga karakter itu tumbuh dari tatanan kehidupan di kapal. Sehingga sangat tepat seorang bapak Psikologi Kurt Leuwin (1942) memformulasikan bahwa Perilaku dihasilkan dari interaksi person dan lingkungan.