Dengan gugurnya status pidana penyalah guna narkotika, masalah pidananya selesai, sedangkan masalah kesehatan atau kecanduan narkotika menjadi porsi pengemban fungsi rehabilitasi dan peran orang tua untuk menyembuhkan sakit ketergantungan narkotika yang dideritanya..
Kedua, secara yustisial melalui mekanisme penegakan hukum. Penyalah guna yang ditangkap hanya dapat dituntut dan didakwa pasal 127/1 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika, diperlakukan sebagai kriminal sakit adiksi, selama proses pemeriksaan baik ditingkat penyidikan, penuntutan dan pengadilan ditempatkan di lembaga rehabilitasi atau rumah sakit yang ditunjuk Menteri Kesehatan untuk rehabilitasi medis dan Menteri Sosial untuk rehabilitasi sosial (Pasal 13 PP 25 tahun 2011)
Jaksa Penuntut Umum tidak dapat mendakwa dengan pasal lain secara komulatif atau secara alternatif karena beda tujuan, dimana penegakan hukum terhadap pengedar diberantas (pasal 4c) sedangkan terhadap penyalah guna justru dijamin mendapatkan pengaturan upaya rehabilitasi (pasal 4d)
Dalam proses persidangan hakim wajib memperhatikan pasal 54, karena pasal tersebut menyatakan penyalah guna apakah predikatnya sebagai korban penyalahgunaan narkotika (red penjelasan pasal 54) dan penyalah guna sebagai pecandu (red pasal 1/13) wajib menjalani rehabilitasi.
Dalam memeriksa perkara pecandu (kriminal sakit adiksi), hakim dapat memutus atau menetapkan yang bersangkutan menjalani rehabilitasi (pasal 103).
Kewenangan “dapat” memutus atau menetapkan yang bersangkutan menjalani rehabilitasi tersebut bersifat imperatif bagi hakim, jika terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika hakim memutuskan yang bersangkutan menjalani rehabilitasi jika tidak terbukti bersalah hakim menetapkan yang bersangkutan menjalani rehabilitasi.
Kewenangan dapat memutus atau menetapkan yang bersangkutan menjalani rehabilitasi adalah kewenagan imperatif bukan fakultatif, tidak ada pilihan bagi hakim kecuali memerintahkan terdakwa menjalani rehabilitasi baik melalui keputusan maupun penetapan hakim.
Catatan penutupnya; bahwa penanggulangan penyalahgunaan narkotika dengan cara non yustisial lebih efektif dan efisien dibanding cara yustisial karena cara non yustisial tidak mengakibatkan kerusakan sosial akibat penegakan hukum, memberikan peran orang tua secara aktif untuk mengikuti proses penyembuhan secara medis dan sosial.
Maknanya penyalah guna tidak urgen untuk ditangkap, meskipun sah bila ditangkap dan tidak penting diadili karena menghamburkan sumberdaya penegakan hukum.