Secara teologis dan antropologis, inilah yang memperburuk kondisi korban melalui masa-masa isolasi diri dan saat menghadap Sang Ilahi. Pemerintah, tenaga kesehatan, aparat keamanan, perangkat desa, tanpa sadar, bahwa ucapan, sikap dan tindakannya menjadi “teror” tersendiri yang menakutkan bagi warga yang terselimuti frustasi, sedih dan marah.
Sungguh miris, ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah, “latah” ikut berwacana tentang penundaan Pilkada Serentak 2020 demi dan atas nama hifd nafs (menjaga nyawa). Lanjut atau tidak, ditunda atau tidak pilkada sudah sarat kepentingan politis dari calon yang gagal ikut kontestasi, kelompok antidemokrasi, dan antek asing yang ingin merusak citra Indonesia.
Pilkada Serentak bisa menjadi ajang pembuktian pada dunia bahwa demokrasi negeri ini tetap mekar di era pandemi.
Kebanggaan bangsa yang tersisa di era pandemi, adalah demokrasi. Negara-negara lain banyak berguru pada pelaksanaan demokrasi Indonesia. Trump, Presiden kampiun demokrasi dunia pun, mengakui perkembangan pesat demokrasi Zamrud Katulistiwa ini, sehingga dapat menopang negeri ini menduduki peringkat ke-7 Product Domistic Bruto (PDB) terbesar negara-negara di dunia.
Banyak yang salah memaknai pemilu sebagai event politik semata. Padahal, pemilu juga merupakan penggerak perputaran ekonomi bagi jutaan penduduk di Tanah Air. Mereka adalah penyelenggara pemilu, baik sebagai panitia atau pengawas, lembaga survey, analis politik, tim kampanye, partai politik, aparat keamanan, perusahan dan karyawaan pengadaan barang dan jasa pemilu, dan masyarakat pada umumnya. Diakui atau tidak, pemilu sejatinya merupakan salah satu lokomotif ekonomi nasional dan daerah yang mandeg berapa bulan terakhir.
Sejak akhir bulan Juli, wacana penundaan Pilpres AS sudah mati suri. Pemilu jalan terus walaupun pandemi belum sepenuhnya bisa dikendalikan. Semua demi merawat investasi demokrasi yang sudah berjalan berabad-abad lamanya. Pelaksanaan pemilu dapat memastikan proses suksesi kepemimpinan nasional berjalan dengan demokratis, aman dan damai. Proses suksesi kepemimpinan ini merupakan unsur pertama dan utama dari pembentukan pemerintahan yang berdaulat. Indonesia diharapkan demikian pula. Bila tidak, bangsa ini meruntuhkan bangunan negaranya sendiri. Ini adalah lonceng kematian bagi demokrasi Indonesia. (Tim)