Asri Hadi, MA
Aktivis Anti Narkoba
Wakil Sekjen BERSAMA, LSM Pertama di Indonesia
yang bergerak perang terhadap Narkoba sejak 40 Tahun Lalu Hingga Saat ini
Hari Sabtu 1 Desember 2018 kemarin kita memperingati Hari Aids sedunia. Melalui artikel ini saya hanya ingin memanfaatkan momentum hari HIV/Aids sedunia ini untuk kembali mengingatkan adanya korelasi antara penderita HIV/Aids dengan penggunaan narkoba. Sehingga tingkat bahaya penggunaan narkoba menjadi salah satu penyebab menyebarnya penyakit mematikan Aids.
Para pengguna narkoba jenis apa pun berpeluang besar atau rentan terjangkit penyakit HIV/AIDS. Pasalnya, seseorang yang kecanduan narkoba cenderung melakukan seks bebas, gonti-ganti pasangan, bahkan melakukan seks menyimpang.
Lantas apa hubungan penyebaran HIV/AIDS dengan pengguna narkoba? Pertanyaan ini akan saya jawab bahwa dari sejumlah penelitian terdapat korelasi positif antara pengguna narkoba dengan penyakit HIV/AIDS, tanpa melihat apa pun jenis kelamin pengguna.
Secara umum pengguna narkoba punya perilaku yang berbeda dengan manusia lain pada umumnya. Ini disebabkan adanya ketergantungan terhadap narkoba.
Jika persediaan narkoba habis, seseorang akan membelinya lagi, ini butuh dana relatif besar. Bagi yang tak mampu membeli pasti akan berutang, bahkan banyak yang nekat mencuri. Perilaku pengguna mulai dihadapkan kepada kondisi terpaksa dan nekat. Apalagi dosis narkoba bagi seseorang terus meningkat sesuai jenis yang dikonsumsi.
Kaitannya dengan HIV/AIDS cukup besar karena orang yang sedang menggunakan narkoba muaranya ke seks. Hal ini karena ada kecenderungan akibat pengaruh reaksi obat. Juga disebabkan kebiasaan suatu kejahatan yang biasanya dilakukan bersamaan dengan lawan jenis tanpa diketahui orang lain.
Berdasarkan data, ratusan pengguna narkoba yang direhabilitasi BNN, hampir semua pengguna narkoba punya tingkah yang aneh, termasuk jika dikaitkan dengan perilaku seks. Saat sedang “on†mereka bisa melampiaskan kepada wanita yang bukan pasangan resmi, bisa kepada sesama jenis dan anak-anak.
Selain itu penularan virus HIV melalui jarum suntik narkoba juga sangat rentan. Pemakai narkoba yang menggunakan jarum suntik biasanya digunakan untuk narkoba jenis morfin.
Sementara keterkaitan penularan HIV/Aids dengan pengguna narkoba bisa dilihat dari sisi perilaku pengguna narkoba terutama jenis sabu cenderung punya rasa euforia dan libido berlebihan, sehingga meningkatkan nafsu seksual.
Muaranya bisa kepada seks, orientasi seks menyimpang, dan perilaku seks menyimpang. Bahkan pengguna narkoba bisa cukup berpotensi melakukan pembunuhan dan pemerkosaan.
Beberapa tahun terakhir ini, angka kasus endemi HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus infection/Acquired Immunodeficiency Syndrome) di Indonesia terus meningkat.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan peningkatan penderita HIV/AIDS paling tinggi di Asia. Diperkirakan, jutaan orang lainnya di Asia Tenggara akan terus mengalami peningkatan terjangkit HIV positif. Pada tahun 2017, pemerintah memperkirakan sekitar 310 ribu orang Indonesia terinfeksi HIV, sebagian besar adalah orang yang memiliki perilaku berisiko tinggi.
Seperti pekerja seks, klien mereka dan pengguna narkoba jarum suntik. Peningkatan kasus penularan HIV di kalangan kelompok berisiko di beberapa daerah di Indonesia menjadi salah satu indikator potensi kenaikan yang cukup mengkhawatirkan, terutama di kota-kota besar. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia berisiko mengalami epidemi yang lebih besar.
Kasus baru infeksi HIV terus meningkat di antara para pengguna narkoba (Narkotika dan obat berbahaya lainnya) khususnya pada pengguna narkoba dengan jarum suntik (Injection drug users/IDU).
Di seluruh dunia penggunaan narkoba suntik hanya berkontribusi 5 sampai 10% dari total infeksi HIV, namun di beberapa belahan dunia seperti Asia, narkoba suntikan merupakan cara penularan virus HIV yang utama.
Diperkirakan di negara-negara Asia seperti Cina, Malaysia, dan Indonesia sedikitnya setengah dari kasus infeksi HIV berhubungan dengan narkoba suntik. Lebih dari 50% penderita HIV/AIDS ditemukan di Jakarta. Penggunaan jarum suntik yang bergantian sangat rentan bagi terjangkitnya HIV/AIDS pada pengguna narkoba.
Pengguna narkoba dan pelaku seks bebas, sangat berpotensi terjangkit HIV Aids. Dua hal tersebut sangat berbahaya dan dapat merusak generasi.
Bagaimana bisa konsumsi narkoba menyebabkan seseorang terkena HIV? Konsumsi obat-obatan terlarang lebih berperan penting dalam penularan HIV daripada penggunaan obat melalui suntikan.
Alasannya, seseorang yang berada di bawah pengaruh obat tertentu lebih cenderung melakukan perilaku berisiko, seperti melakukan seks tanpa kondom dengan orang yang terinfeksi dan berbagi obat atau alat suntik dengan orang yang memiliki HIV.
Faktanya, darah yang terinfeksi HIV juga dapat masuk ke larutan obat dengan berbagai cara. Di antaranya menggunakan alat suntik yang terkontaminasi darah untuk menyiapkan obat.
Penularan bisa juga dari menggunakan kembali air untuk melarutkan obat. Kemudian menggunakan kembali tutup botol, sendok, atau wadah lainnya untuk melarutkan obat dalam air dan untuk memanaskan larutan obat.
Menggunakan kembali sebagian kecil kapas atau filter rokok untuk menyaring partikel yang dapat menyumbat jarum
Bandar narkoba dapat mengemas kembali alat suntik bekas dan menjualnya sebagai alat suntik yang steril. Untuk alasan ini, orang yang perlu menyuntikkan obat harus mendapatkan alat suntik dari sumber terpercaya, seperti apotek atau program resmi pertukaran jarum.
Penting diketahui bahwa berbagi jarum atau alat suntik untuk keperluan apapun, seperti skin popping atau menyuntikkan steroid, hormon atau silikon, dapat berisiko terhadap HIV dan infeksi yang ditularkan melalui darah.
Selain itu, penyalahgunaan dan kecanduan obat juga dapat memperburuk gejala HIV, seperti menyebabkan cedera saraf dan kerusakan kognitif. Selain itu, mengonsumsi alkohol atau obat-obatan lain dapat mempengaruhi sistem imun dan mempercepat perkembangan penyakit.
Perawatan untuk penyalahgunaan obat dapat efektif untuk mencegah penyebaran penyakit, akibat kaitan kuat antara penyalahgunaan obat dan penyebaran HIV. Perawatan untuk penyalahgunaan obat meliputi pengurangan risiko HIV, seperti menghentikan atau mengurangi penggunaan obat dan perilaku yang berisiko.
Kokain dapat menghabiskan tenaga Anda dengan cepat dan jadi mendorong Anda untuk melakukan 1001 cara demi kembali mendapatkan obat. Penyalahgunaan kokain meningkatkan risiko infeksi HIV dengan perilaku berisiko, seperti pasangan seksual yang berbeda, minim penggunaan kondom, meningkatnya gairah seks, serta penggunaan lebih dari satu zat.
Seperti juga penyalahgunaan Methamphetamine. Penyalahgunaan methamphetamine (atau meth) juga meningkatkan risiko aktivitas seks bebas tanpa kondom. Selain itu, zat ini dapat menyebabkan ketagihan dan digunakan lewat jarum suntik.
Seseorang yang menggunakan meth cenderung memiliki kekeringan pada kulit penis dan jaringan lendir pada anus dan vagina. Organ genital yang kering dapat memudahkan terjadinya luka dan lecet saat seks di mana virus HIV dapat masuk ke dalam tubuh. Beberapa pria gay dan biseksual mengombinasikan meth dengan obat kuat yang terkait dengan seks anal yang tidak terlindungi.
Penggunaan obat terlarang. Inhalansia nitrit terkait dengan perilaku seksual berisiko, penggunaan obat terlarang, dan infeksi menular seksual pada pria homoseksual dan biseksual. Inhalansia juga kerap digunakan oleh remaja, seperti untuk meningkatkan kepuasan seksual, membantu seks anal dengan meningkatkan sensitivitas dan merilekskan otot anus, yang menyebabkan lebih banyak hubungan seksual yang tidak terproteksi.
Obat-obatan lain juga terkait dengan peningkatan risiko infeksi HIV, seperti penggunaan obat bius “rape drugs†seperti ekstasi, ketamine, dan GHB dapat mengaburkan logika dan keputusan Anda terhadap seks dan penggunaan obat.
Anda akan cenderung memiliki hubungan seks yang tidak terencana atau terlindungi, atau menggunakan obat lain, seperti obat suntikan atau meth. Perilaku tersebut dapat meningkatkan risiko terhadap paparan HIV. Apabila Anda memiliki HIV, hal ini juga dapat meningkatkan risiko penyebaran HIV.
Hampir dalam keseluruhan aspek kehidupan sebagai pengguna narkoba, para pengguna memiliki pola eksternal, global dan stabil, hal ini memperlihatkan ketidakmampuan diri mereka untuk bisa lepas dari narkoba karena tidak ada kontrol dari diri mereka sendiri tetapi selalu dari lingkungan luar atau berada di luar diri mereka sendiri.
Hal ini menguatkan kondisi mereka yang sangat sulit untuk memiliki motivasi untuk melepaskan diri dari narkoba dan masih selalu menggantungkan hidup di dalam panti rehabilitasi untuk menghentikan penggunaan narkoba.
Penyebab dari ketergantungannya terhadap narkoba disebabkan pengaruh lingkungan kehidupan pengguna dan dari luar dirinya. Lingkungan ini mempengaruhi keseluruhan aspek hidup mereka dan penyebab penggunaan narkoba pada diri mereka cenderung menetap.
Peningkatan penularan HIV/Aids di Indonesia harus dicegah dengan mengkampanyekan penularan penyakit mematikan HIV/AIDS kepada anak muda yang menjadi sasaran bandar narkoba sebagai konsumen potensial//
Melalui berbagai sosialisasi dan kampanye dapat meminalisir potensi penularan HIV/AIDS terutama melalui penggunaan narkoba dan seks bebas yang belakangan marak terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, terutama Indonesia bagian timur. (Berbagai sumber)