Musisi senior Nomo Koeswoyo meninggal dunia di usianya 85 tahun

Musisi senior Nomo Koeswoyo meninggal dunia di usianya 85 tahun

Musisi senior Nomo Koeswoyo meninggal dunia di usianya 85 tahun
Musisi senior Nomo Koeswoyo meninggal dunia di usianya 85 tahun.

Jakarta, EDITOR.ID. Kabar duka, musisi senior Nomo Koeswoyo meninggal dunia di usianya 85 tahun, Rabu (15/3/2023), sekira pukul 19:30 WIB, di kediamannya di Jalan Soekarno Hatta, Magelang, Jawa Tengah.

Kabar duka meninggalnya pemain drum band legendaris Koes Bersaudara itu, dibenarkan Damon Koeswoyo, keponakan dari Nomo Koeswoyo.

“Iya benar, beliau sudah meninggal dunia di rumahnya di Magelang,” ujar Damon Koeswoyo saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (15/3/2023) malam.

Musisi legendaris Indonesia, Nomo Koeswoyo meninggal dunia di RS Harapan Kota Magelang.

Menurut Damon Koeswoyo jenazah Nomo Koeswoyo, rencananya aka diberangkatkan menuju Jakarta.

Jenazah sempat dibawa menuju rumah duka di Jalan Soekarno-Hatta Kota Magelang untuk dimandikan.

Setiba di Jakarta akan disemayamkan di rumah Chicha Koeswoyo, anak pertama Nomo Koeswoyo di Jalan Pertanian I No 5, bilangan Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Setelah disalatkan, jenazah kemudian dibawa menuju Jakarta. Rencananya, Nomo Koeswoyo akan dimakamkan di TPU Jeruk Purut.

“Saat ini kita berangkatkan ke Jakarta, nanti akan disemayamkan di rumah Chicha di Lebak Bulus Jakarta,” kata Damon Koeswoyo.

21 Januari 1938 – 15 Maret 2023

Almarhum Nomo Koeswoyo sempat menjalani pernikahan beda agama dengan seorang wanita yang bernama Francise Loen (lahir di Depok) biasa dipanggil Meis, teman sekelas Nomo di SMA di Jakarta.

Dari pernikahannya ini mereka memiliki 3 orang anak, Chica Koeswoyo (Mirza Riandiani), Hellen Koeswoyo (Hellen Atmisuri), dan Reza Wicaksono Koeswoyo.

Sang istri wafat di Jakarta pada tanggal 18 Desember 2002, setelah 4 (empat) bulan sebelumnya sempat menjadi mualaf mengikuti jejak anak tertuanya Chica Koeswoyo dan Hellen Koeswoyo.

Namanya pun sempat diganti menjadi Fatimah Francisca sebagaimana tercantum dalam nisannya

Koes Bersaudara yang beranggotakan kakak beradik keluarga Koeswoyo. Koesnomo bin Koeswoyo atau Nomo Koeswoyo pada grup tersebut ia berposisi sebagai drummer.

Koesnomo lahir di Tuban, 21 Januari 1938 — Meninggal15 Maret 2023 (umur 85), sebagai musisi pencipta lagu, suami dari almarhumah Fatimah Francisca (meninggal).

Anak Chicha Koeswoyo (Mirza Riandiani Kesuma), Hellen Koeswoyo (Hellen Atmisuri), Reza Wicaksono Koeswoyo

Nomo Koeswoyo adalah anak kelima dari sembilan bersaudara anak dari pasangan  Raden Koeswoyo (1909-2000)  dan  Rr. Atmini (1912-1969) asal Tuban, Jawa Timur.
Urutannya:

Ke1. Tituk (perempuan) (1930), meninggal sewaktu bayi.
Ke2. Koesdjono (Jon alias John Koeswoyo) (1932-2022),
Ke3. Koesdini (Dien ~ perempuan) (1934),
Ke4. Koestono (Ton alias Tonny Koeswoyo) (1936-1987),
Ke5. Koesnomo (Nom Alias Nomo Koeswoyo) (1938-2023),
Ke6.Koesyono, (Yon alias Yon Koeswoyo) (1940-2018),
Ke7. Koesroyo (Yok alias Yok Koeswoyo) (1943),
Ke8. Koestami (Miyi ~ perempuan) (1945),
Ke9. Koesmiani (Ninuk ~ perempuan) (1947).

Dari silsilah keluarga, mereka termasuk generasi ke 7 keturunan (trah) Sunan Muria di Tuban.

Ibu mereka adalah keponakan dari Bupati Tuban pada zaman penjajahan Belanda saat itu.

Masa kecil Nomo dilalui di kota Tuban, Jawa Timur. 

Tahun 1952 keluarga Koeswoyo pindah ke Jakarta mengikuti mutasi Sang ayah berkarier hingga pensiun sebagai pegawai negeri di Kementrian Dalam Negeri.

Di Jakarta mereka sekeluarga menempati rumah di jalan Mendawai III, No. 14, Blok C, Kebayoran baru, Jakarta Selatan.

Dalam keluarganya ia biasa dipanggil dengan sebutan Nom.

Pada masa remajanya ia dikenal bandel dan berjiwa keras, sehingga kerap berkelahi dengan temannya di luar.

Ia adalah satu-satunya anak Koeswoyo yang pernah dipukul sampai pingsan oleh ayahnya karena kenakalannya.

Ia juga pernah dipukul kepalanya dengan kayu kaso oleh adiknya Yok, sewaktu mereka bertengkar.

Ia pula di antara saudara-saudaranya yang sempat merantau ke beberapa kota untuk mencari kerja, selepas menyelesaikan pendidikan SMA di Jakarta.

Ia menyelesaikan sekolahnya di SMP XI dan SMA Taman Madya, di Jakarta.

Ayahnya berharap Nomo menjadi sarjana, tapi Nomo ingin bekerja setamat sekolah menengah atas.

Ayahnya tak mengizinkan, lalu Nomo memilih berkelana.

 Hal itu dilakoninya mulai dari Surabaya sampai ke Berlawan, Sumatera Utara.

Pekerjaan kasar dilakukan demi mencari kehidupan yang lebih baik, di antaranya sebagai tukang sapu, bersih-bersih rumah juragan genteng di Surabaya, sampai menjadi buruh kasar di luar pulau.

 Hal itu memompa kuat semangatnya untuk menjadi seorang yang berkepribadian tangguh

Koeswoyo masih belum menikah, sehingga masih belum banyak tanggungan hidup.

Kisah Posisi Nomo di Koes Bersaudara digantikan Murry

Nomo kerap berkata pada Tonny untuk bisa mengatur jadwal latihan musik dengan pas, agar ia bisa mengikuti dengan baik.

Tidak seperti saat itu di mana latihan seperti tidak mengenal waktu, mulai pagi sampai seharian penuh.

Perbedaan pendapat yang diawali pada 1968 antara sang abang Tonny Koeswoyo dan Nomo akhirnya kian meruncing.

Nomo yang memiliki jiwa bisnis menginginkan agar Koes Bersaudara tidak mengandalkan hidupnya pada musik saja, harus ada usaha lain.

Pendapat ini tidak disetujui Tonny, bahkan ia disuruh memilih untuk fokus pada musik di Koes Bersaudara atau kerja di luar. Dengan terpaksa, ia pun memilih untuk bekerja.

Posisi drummer yang ditinggalkan Nomo Koeswoyo kemudian digantikan oleh Kasmuri  (dikenal dengan panggilan Murry) yang berasal dari Surabaya.

Murry adalah eks penabuh drum grup bans Patas. Murry direkomendasikan oleh Yon kepada Tonny lewat temannya yaitu Tommy Darmo. Saat itu, Tommy Darmo hendak melamar menjadi drummer, tetapi permainan drumnya tak sesuai keinginan Tonny.

Karena belum menemukan pemain drum yang pas, Tonny kemudian meminta tolong kepada Dimas Wahab seorang pemain bass sahabatnya Dimas yang bernama Totok AR.

Totok ternyata juga merekomendasikan Murry kepada Tonny. Yon pun kemudian meminta tolong Tommy Darmo untuk membawa Murry ke tempat mereka, karena Tommy kenal Murry sejak dari Surabaya.

Saat masuknya Murry, Nomo sedang sibuk dalam bisnis sampingannya, sehingga ia tidak mengetahui posisinya telah digantikan.

Penggantian ini sempat menimbulkan masalah dalam diri adik laki-laki terkecil mereka yakni Yok Koeswoyo yang keberatan dengan orang luar dalam band keluarga.

Keputusan tegas Tonny mengeluarkan Nomo ini menimbulkan protes keras Yok yang memutuskan ikut keluar dari band.

Nomo dan Yok sempat mengamuk dengan melarang Tonny dan Yon memakai alat musik mereka untuk band baru itu.

Mereka mengatakan agar band dibubarkan saja. Bahkan Nomo dan Yok sempat hampir menghajar Tommy Darmo dan Dimas Wahab karena dikira membawa Murry dan Totok AR. Namun, Tonny tetap bersikukuh meneruskan kiprahnya bermusik dengan adiknya Yon. Posisi Yok kemudian diganti oleh Adji Kartono atau biasa disingkat Totok AR (Totok Adji Rahman).

Tonny merekrut Murry dan Totok AR menjadi anggota band di luar keluarga Koeswoyo.

Grup ini pun mengubah namanya menjadi Koes Plus yang di kemudian hari berhasil meraih sukses menjadi salah satu grup legendaris di Indonesia.

Pada album kedua, Yok memutuskan bergabung dengan Koes Plus menggantikan posisi Totok AR.

Nomo Koeswoyo Mendirikan Grup No Koes

Nomo Koeswoyo telah berujung meninggalkan posisinya sebagai penabuh drum pada tahun 1969.

Ia memilih berusaha di luar bidang musik sebagai pedagang untuk menghidupi keluarganya.

Nomo bersikap lebih pragmatis dan memiliki prinsip yang berbeda dengan sang kakak, karena saat itu ia telah menikah dan telah memiliki 1 orang anak (Chicha).

Akhirnya pada tahun 1969 mereka menempuh jalanya sendiri-sendiri.

Nomo akhirnya lebih menonjol sebagai pengusaha yang meraih sejumlah sukses.

Namun akhirnya ia pun kemudian tertarik kembali masuk dalam dunia musik yang pernah membesarkan namanya.

Nomo Koeswoyo lalu mendirikan grup musik sendiri pada awal tahun 73, bersama beberapa pemusik lain yaitu: Usman pada rhythem, Sofiyan pada drum, Said pada bass, Bambang Arsianti (Bambang Sampurno Karsono) pada lead guitar dan Pompi Suradimansyah (Pompy S) pada keyboard, Grup musik ini ia beri nama No Koes.

No Koes ini sudah berhasil mengeluarkan LP I yang diberi judul ”Sok Tahu”. Seluruh lagu2nya diciptakan oleh Nomo, iramanya tidak jauh dengan Koes Plus.

Dalam grup ini ia menciptakan sebagian besar lagu, dan menyanyikan sendiri lagu ciptaannya. Namun pada album berikutnya anggota lainnya juga memberikan lagu ciptaan mereka.

Grup ini pun meraih kesuksesan dalam percaturan tangga musik nasional pada tahun 1970an.

Menghasilkan cukup banyak album dari berbagai jenis aliran musik seperti Pop, Dangdut, Melayu, Jawa, dsb. Album-albumnya antara lain berjudul :

Sok TahuDicariPermisi Numpang LewatRinduHidup Ini SementaraRemaja & CintaBermain & Berhitung (Pop Anak-anak), Kulo Nuwun (pop Jawa), Gondal Gandul (pop Jawa), Tergoda AsmaraBebasPenuh Misteri (Pop Melayu), dll. Popularitas No Koes mampu menyaingi kepopuleran Koes Plus yang diawaki oleh saudara-saudara kandungnya ataupun kelompok-kelompok musik lainnya pada periode awal tahun 1970an.

Group No Koes menghilang pada tahun 1980-an, tetapi sempat dihidupkan lagi oleh Nomo pada tahun 1990-an hingga awal periode tahun 2000-an dengan personel yang berubah-ubah.

Mereka lebih banyak berkiprah di panggung hiburan saja, mengiringi Nomo dalam bernyanyi.

Selain No Koes ia pun sempat membuat sebuah group band lain yang diberi nama NoBo.

Lagu-lagu Band ini bernuansa mirip dengan lagu-lagu Band Bimbo, sehingga banyak yang mengira ini adalah transformasi dari Bimbo. Namun band ini tidak berumur panjang karena lebih terlihat seperti session band saja bagi proyek rekamannya.

Selain dari band, Nomo juga mendapatkan tawaran dari beberapa produk untuk dibuatkan jingle iklan seperti Jamu Cap Potret Nyonya Meneer dan Pasta Gigi Delident.

Dibalik persaingan antara Koes Plus dan No Koes ternyata ada pula bentuk dukungan lain di antara keluarga Koeswoyo kepada Nomo.

Adik laki-laki terkecilnya Yok Koeswoyo kerap pula memberikan sumbangan lagu-lagu ciptaanya kepada No Koes.

Yok memang sangat dekat dengan Nomo, sehingga mereka kerap berdiskusi masalah musik di luar band mereka, bisa didengar lewat enam lagu keras yang diciptakan Yok buat Nomo Koeswoyo, dalam album ‘No Koes in Hard Beat.

Selain itu dalam beberapa album juga ada permainan bass dari Yok mengiringi beberapa lagu yang dibawakan Nomo dalam band No Koes

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: