Merefleksi dan Mengungkap Fakta Seputar Gestok

merefleksi dan mengungkap fakta seputar gestok

EDITOR.ID ? Jakarta, Pelaksanaan Diskusi Publik V yang dilaksanakan secara daring oleh Gerakan Pembumian Pancasila (GPP) menghadirkan keynote speaker Antonius Manurung serta narasumber F.X. Baskara Tulus Wardaya, SJ (Kepala Pusat Sejarah dan Etika Politik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta) dan Ruskana Putra Marhaen (Dewan Pembina Pusat Kajian Marhaenisme/Korban 1965).

Adapun sebagai ?Penanggap? adalah Bondan Kanumuyoso, Chandra Setiawan, dan Eros Djarot. Acara yang dimoderatori Yuliana Mardatillah ini dihadiri lebih 250 peserta dari seluruh Nusantara.

Kegiatan diskusi diadakan pada hari Jumat, tanggal 1 Oktober 2021, dan dimulai tepat pukul 19.00 WIB dengan diawali ?Salam Pancasila? oleh apt. Margareth Indriana, diikuti dengan menyanyikan lagu kebangsaan ?Indonesia Raya?. Selanjutnya mengheningkan cipta dipimpin oleh Ketua Umum DPP Gerakan Pembumian Pancasila,Dr. Antonius D.R. Manurung, M.Si.

Adapun, pembacaan Pancasila oleh Saepul Iskandar dari Bali, dilanjutkan Himne Gerakan Pembumian Pancasila dan doa pembuka oleh Andi Ruhban dari Sulawesi Selatan. Secara khusus, Amrita Panca Zania membacakan puisi berjudul ?Sejarah Kelam?, yang diciptakannya sendiri. Amrita adalah pelajar SMA dari Jakarta, putri Ruskana Putra Marhaen.

Dalam pararannya sebagai keynote speaker, Antonius Manurung, mengungkapkan peringatan Gestok menjadi momentum yang baik dan bijaksana bagi seluruh masyarakat bangsa untuk meluruskan fakta sejarah bahwa telah terjadi pengkhianatan atas cita-cita revolusi Indonesia:

“Membangun Sosialisme Indonesia tanpa penindasan manusia atas manusia, tanpa penindasan bangsa atas bangsa”. Sesungguhnya, Sukarno “mungkin tahu betul” siapa-siapa para pelaku pengkhianatan dalam peristiwa Gestok ini.

Lebih dalam, Ketua Umum DPP GPP ini menekankan bahwa kita semua bangsa Indonesia perlu semakin bijaksana dan mau merefleksikan makna terdalam dari Peristiwa Gestok lewat pesan yang pernah disampaikan Bung Karno berikut: “Tetaplah bersatu padu membangun negeri ini tanpa pertumpahan darah? Hai Anakku….Simpan segala yang kau tahu. Jangan ceritakan derita dan sakitku kepada rakyat…Biarkan aku menjadi korban asal Indonesia tetap bersatu? Ini aku lakukan demi persatuan-kesatuan dan keutuhan bangsa. Jadikan deritaku ini sebagai saksi bahwa kekuasaan presiden sekalipun ada batasnya, karena kekuasaan dan kekuatan langsung ada di tangan rakyat…Dan di atas segala-galanya adalah kuasa Tuhan Yang Maha Esa?.

Kegiatan inti dari diskusi publik ini, dimulai oleh narasumber pertama, yaitu: F.X Baskara Tulus Wardaya selaku ahli sejarahwan yang berasal dari Jogyakarta. Baskara memaparkan perkembangan sejarah, dari latar belakang terjadinya GESTOK dari berbagai aspek seperti konstelasi politik domestik dan internasional saat itu, kepentingan ekonomi berdalih kepentingan ideologi, sehingga sampai dengan narasi-narasi awal yang dibangun untuk mendeskreditkan salah satu golongan politik di Indonesia. Baskara juga mengungkapkan konsekuensi politik dari kejadian yang terjadi baik sebelum Gestok maupun sesudahnya.

Kegiatan Diskusi Publik V juga menghadirkan narasumber sekaligus saksi sejarah dan korban dari peristiwa Gestok, yaitu Ruskana Putra Marhaen.

Ruskana pada tahun 1963-1966 aktif sebagai pengurus Gerakan Pemuda Indonesia (sayap pemuda dari Partindo) yang merupakan kekuatan utama pendukung Presiden Soekarno.

Ruskana mengungkapkan bahwa dirinya merupakan pendukung Bung Karno namun bukan anggota PKI dan tidak akan pernah menjadi anggota PKI, namun tetap mengalami beberapa tindak kekerasan oleh rezim ?Orba? Soeharto.

Beliau mengalami beberapa kali penahanan politik selama kurun waktu 1966-1968 dengan tuduhan yang tidak masuk akal dan ccenderung dibuat-buat. Beliau juga dengan tegas menyatakan bahwa sebagai pejuang politik harus mau menerima konsekuensi dari pilihan politiknya saat itu, tanpa harus mengemis-ngemis kepada negara terkait kompensansi, yang diinginkan hanyalah rekonsiliasi berbagai pihak secara terbuka dan jujur.

Setelah pemaparan dari kedua narasumber, diskusi tersebut dilanjutkan oleh dua penanggap utama. Dimulai dari Bondan Kanumoyoso yang sepakat bahwa peristiwa Gerakan Satu Oktober 1965 memiliki berbagai dimensi yang beragam yang terlewatkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bahkan peristiwa Gestok seringkali dijadikan komiditi politik oleh beberapa elit politik saat ini.

Bondan ingin sekali kegiatan Diskusi Publik seperti ini menjadi pembangun narasi yang berimbang terkait dengan peristiwa Gestok.

Selanjutkan penanggap kedua tidak kalah antusias, beliau adalah Chandra Setiawan. Beliau sangat yakin diperlukan rekonstruksi sejarah agar ada wujud dari bangsa ini untuk menilai sejarahnya sendiri serta menjadi bekal dalam jalannya bangsa ini untuk menentukan sikap dan kebijakan.

Penanggap terakhir adalah Eros Djarot, yang sangat yakin bahwa rangkaian peristiwa Gestok memiliki satu tujuan, yaitu menggulingkan Presiden Soekarno. Bung Karno dengan segala kharisma dan pandangan politik yang mampu menyatukan seluruh elemen anti penjajahan dan penghisapan sangatlah ditakuti oleh kaum kapitalis global.

Bahkan Eros Djarot menyakini juga bahwa krisis multidimensional saat ini hanya dapat diselesaikan dengan Kembali kepada ajaran Bung Karno.

Rangkaian kegiatan diskusi public ke V sangat disambut antusias dan rasa ingin tahu yang tinggi dari para peserta, dibuktikan dengan banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang dilayangkan oleh peserta. Hasil kegiatan diskusi ini pun, semua pihak bersepakat bahwa diperlukan REKONSILIASI dan Pelurusan Sejarah sebagaimana tertuang pada Maklumat yang dibacakan oleh ketua umum dan Sekjen Gerakan Pembumian Pancasila di akhir sesi kegiatan.

Diharapkan dari kegiatan ini menjadi narasi seimbang sebagai proses pelurusan sejarah dan mendorong proses rekonsiliasi bangsa menuju arah jalannya cita-cita proklamasi kita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: