Di Rumah adat ini tercipta ruang perjumpaan yang mentautkan berbagai ragam perbedaan. Di sini perbedan bukan menjadi penghalang untuk bersatu, perbedaan bukan menjadi tembok yang memisahkan. Sebaliknya di rumah budaya Sumba ini perbedaan justru terajut secara utuh tanpa harus melebur dan menghilangkan jati diri masing-masing.
Di rumah budaya Sumba ini kita bisa melihat praktek hidup berpancasila. Di sini nilai-nilai Pancasila dapat diwujudkan secara nyata. Bisa dikatakan rumah Budaya Sumba ini sebagai tempat merawat nilai-nilai Pancasila. Melihat perjuangan Frater Robert dalam membangun dan merawat rumah budaya Sumba ini, penulis jadi teringat pernyatan Mgr. Sugiya Pranoto tentang 100 persen Katholik dan 100 persen Indonesia. Hal ini diterapkan secara nyata oleh Frater Robert melalui rumah Budaya sumba. (bersambung)