Frater Robert menjelaskan, saat ini di Sumba ada 132 desa adat, 10 rumah tenun dan 175 rumah adat yang menjadi destinasi wisata. Selain itu juga ada berbagai pemandangan alam yang indah yang layak dijadikan sebagai destinasi wisata. Meski memiliki potensi wisata yang menarik, namun taraf hidup masyarakat masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya indeks pembangunan pembangunan manusia di Sumba. Data tahun 2017 menunjukkan indeks pembangunan manusia di Sumba berada pada angka 63,73.
Angka ini masih dibawah rata-rata nasional, yaitu 70,81. Ini artinya tingkat pendidikan, derajad kesehatan dan kemakmuran ekonomi masyarakat Sumba masih rendah. Kondisi inilah yang mendorong frater Robert menggerakkan budaya Sumba untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Jalan kebudayaan yang dipilih frater Robert ini merupakan langkah yang tepat, karena data kepercayaan masyarakat Sumba menunjukkan mayoritas warga Sumba menganut kepercayaan lokal. Di Sumba ada 20 persen pemeluk Kristen, 15 persen Katholik, 5 persen Islam dan selebihnya penganut kepercayaan lokal. Dengan komposisi penganut kepercayaan yang seperti ini maka pendekatan kebudayaan menjadi sarana yang tepat.
Namun demikian hal ini bukan berarti tanpa tantangan dan hambatan. Hambatan justru muncul dari agama puritan dan kaum radikal. Gerakan ini tidak hanya muncul dari kalangan Islam, tetapi juga dari penganut Kristen. Frater Robert sering mendapat hujatan dari ummat dan tokoh Nasrani karena dianggap terlalu memperhatikan kepercayaan lokal sehingga bisa menghambat missi agama.
Menjawab berbagai hujatan dan pertanyaan tersebut, Frater Robert mengajak kaum puritan untuk kembali pada nilai universal dari agama. Menurutnya, manusia dilahirkan dalam konstruksi nilai yang universal. Dalam masyarakat Sumba nilai universal itu ada dalam kepercayaan adat.
Mengutip Dr. Van Lith, frater Robert menyatakan, bicara sumba harus bicara aliran kepercayaan Sumba (Marapu). Kepercayaan Marapu sangat mempengaruhi pola pikir, cara idup dan cara pandang orang Sumba. Nilai universal yang ada dalam kepercayaan adat Sumba ini bisa membimbing manusia menjadi baik dan sesuai dengan nilai-nilai agama.
Dengan demikian tidak perlu dipertentangkan antara nilai universal yang ada dalam kepercayaan adat dengan agama. Atas dasar inilah Frater Robert memilih jalan kebudayaan sebagai ekspresi religiusitasnya sebagai pemimpin ummat Nasrani. Bagi Frater Robert melestarikan budaya adalah melestarikan manusia.
Perjuangan frater Robert tidak sia-sia, karena melalui jalur kebudayaan ini tidak saja berhasil mengembangkan dan melestarikan budaya Sumba, tetapi juga berhasil menciptakan oase yang menampung berbagai aliran sumber mata air kebudayaan.