Oleh : Imam Hidayat
Penulis Sekjen Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi)
Komisaris Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo telah sah menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) setelah pilihan Presiden Joko Widodo diamini Komisi III DPR RI usai menjalani fit and proper tes dan disetujui dalam forum Rapat Paripurna DPR.
Masyarakat punya harapan besar kepada Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo bahwa setelah diberi amanah sebagai orang nomor satu di Kepolisian Republik Indonesia, ia akan mampu membawa perubahan budaya dalam tubuh Korps Bhayangkara ke arah yang lebih baik.
Kepercayaan publik ini melihat dari janji dan komitmen Komjen Pol Listyo Sigit yang dipaparkan di hadapan anggota Komisi III dalam uji kelayakan dan kepatutan.
Komjen Listyo Sigit Prabowo punya konsep polisi masa depan adalah polisi yang mampu menjalankan “Transformasi Menuju Polri yang Presisi”. Presisi dalam judul makalah Komjen Listyo Sigit Prabowo merupakan akronim dari prediktif, responsibilitas, transparasi berkeadilan.
Ada delapan janji atau komitmen Listyo yang penulis simak yakni
- Menjadikan Polri sebagai institusi yang prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan (PRESISI).
- Menjamin keamanan untuk mendukung program pembangunan nasional.
- Menjaga soliditas internal.
- Meningkatkan sinergisitas dan soliditas TNI-Polri, serta bekerja sama dengan APH dan kementerian/lembaga lain untuk mendukung dan mengawal program pemerintah.
- Mendukung terciptanya ekosistem inovasi dan kreativitas yang mendorong kemajuan ekonomi Indonesia.
- Menampilkan kepemimpinan yang melayani dan menjadi teladan.
- Mengedepankan pencegahan permasalahan, pelaksanaan keadilan restorative justice dan problem solving.
- Setia kepada NKRI dan senantiasa merawat kebhinekaan.
Dari kedelapan komitmen ini, penulis tertarik untuk mencermati janji Komjen Pol Listyo Sigit setelah menjadi Kapolri bahwa ia akan membangun penegakan hukum Polri ke depan yang harus mengedepankan rasa keadilan di masyarakat disamping penegakan hukum yang sama “equal” terhadap semua pihak lapisan masyarakat yang berurusan dengan hukum
Saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR, Komjen Polisi Listyo Sigit berjanji ke depan tidak akan ada lagi polisi yang memproses hukum masyarakat dengan pendekatan formalistik dengan mengabaikan rasa keadilan masyarakat dan hati nurani.
Yang mana kasus ini pernah dialami nenek Minah. Perempuan yang sudah tua ini harus mendekam di penjara hanya karena memetik tiga buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA). Beliau yang sudah berusia lanjut dan tak paham hukum hanya memungut “sampah” kakao harus dihukum 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan tiga bulan.
Ke depan janji Komjen Pol Listyo Sigit, tidak boleh lagi ada hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Tidak boleh ada kasus nenek Minah yang mencuri kakao kemudian diproses hukum karena hanya untuk mewujudkan kepastian hukum.
Selain itu, Listyo juga tidak menginginkan ada lagi anggota Kepolisian memproses laporan anak kandung terhadap ibunya, seperti kasus di Demak.
Tidak boleh ada lagi seorang anak melaporkan ibunya, kemudian ibu tersebut diproses dan sekarang sedang berlangsung prosesnya, dan akan masuk persidangan.
Hal-hal ini tentunya ke depan tidak boleh lagi, atau tentunya kasus lain yang usik rasa keadilan masyarakat.
Penegakan hukum harus dilakukan secara tegas dan humanis, dengan menegakkan rasa keadilan masyarakat, bukan penegakkan dalam rangka untuk kepastian hukum.
Itu akan menjadi fokus utama yang akan diperbaiki, sehingga mampu mengubah wajah Polri menjadi Polri yang memenuhi harapan masyarakat. Polri yang memenuhi harapan rakyat dengan berorientasi pada kepentingan masyarakat berbasis hukum berkeadilan, dan menghormati HAM, serta mengawal proses demokrasi.
Menurut hemat penulis komitmen atau janji Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo ini tentu akan berimplikasi pada Pekerjaan Rumah (PR) Polri yang harus ditunjukkan ke publik bahwa ada goodwill ke arah sana yang harus dibuktikan. Terutama dalam bidang penegakan hukum yang memenuhi unsur rasa keadilan di dalam masyarakat.
Ada beberapa PR besar yang harus dituntaskan oleh mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri ini. Pertama rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait kasus diduga telah terjadi pelanggaran HAM penembakan enam laskar Front Pembela Islam (FPI) yang harus diungkap dan diproses hingga peradilan.
PR Kedua, Kapolri baru Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo harus berani mengambil kebijakan inovatif yakni menerbitkan Peraturan Kapolri (Perkap) tentang batasan pemrosesan “penyidikan” hukum terhadap kasus ujaran kebencian dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Karena seringkali kasus ujaran kebencian dalam UU ITE ini dimanfaatkan untuk mengkriminalisasi warga negara Indonesia tertentu yang bersikap kritis dan oposisi dengan pemerintah. Harus diakui subyektivitas penyidik sering terlihat kasat mata “berat sebelah” dalam beberapa kasus penindakan hukum.
Ada warga negara yang mengadu karena dirinya difitnah, dihina atau ujaran kebencian atas dirinya namun kasusnya tak kunjung diproses. Namun ada pihak yang mengadukan masalah “kecil” yang seharusnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan dan damai (restorative justice), namun justru diproses hukum.
Persoalan inilah yang harus dibuatkan pedoman dan batasan agar ada kepastian hukum bagi pencari keadilan. Jadi ada pedoman dan batasan terkait tindak pidana ujaran kebencian. Sehingga pasal ini tidak menjadi pasal karet yang bisa digunakan pihak tertentu untuk mengkriminalisasi warga yang kritis.
Pedoman batasan definisi ujaran kebencian seperti apa yang bisa dikategorikan sebagai kejahatan pidana berat yang pelakunya harus dijerat pasal UU ITE dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Mestinya batasannya ini harus jelas. Sehingga subyektivitas penyidik tidak absolut dan memenuhi unsur rasa keadilan kepada masyarakat.
Kepastian hukum dan tentunya kemanfaatan hukum itu sendiri bagi masyarakat, bukan membawa ketakutan serta pembungkaman terhadap demokrasi.
Penindakan hukum yang dilakukan aparat Polri ke depannya harus berbasis memenuhi rasa keadilan di dalam masyarakat. Jangan lagi ada penindakan hukum yang berbasis kepentingan politik dan kekuasaan.
Masalah ini menjadi PR bagi Kapolri Baru Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo dalam membenahi penegakan hukum ke depannya. Bagaimana ia mampu menunjukkan kepada publik bahwa polisi prediktif, responsibilitas, dan transparasi berkeadilan. Jangan lagi setiap penindakan hukum yang tak adil justru menimbulkan pertanyaan besar dari masyarakat kenapa bisa demikian.
Sekali lagi saya menyampaikan Selamat Atas terpilihnya Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri. Harapan besar masyarakat untuk mendapatkan keadilan dari aparat Polri di seluruh Indonesia ada di pundak Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo. Selamat bertugas… (***)