Hal senada juga disampaikan oleh Ranu Dibal, seorang seniman Bali yang menggali dan menghidupkan spiritualitas Bali. Dibal mengkaji beberapa naskah kuno dan lontar Bali yang mengisahkan pengembaraan tokoh spiritual abad ke-16 bernama Dang Hyang Nirartha. Tokoh ini diyakini sebagai sosok yang berpengaruh dalam membangun kebudayaan dan spiritual di Bali dan Lombok dengan cinta kasih.
Spiritualitas Dang Hyang Nirartha dan beberapa kisah lontar Bali ini dieksplorasi kemudiaan diekspresikan dalam berbagai bentuk karya seni: visual art, videografi, photografi, fine art, design kostum, seni enterteinment dan teater. Untuk merealisasikan missi tersebut Ranuh Dibal bersama Jasmine Okubo mendirikan komunitas Kitapoleng pada tahun 2015.
Dibal menjelaskan, inspirasi komunitas Kitapoleng ini dari filosofi Poleng Bali yang bermakna alam semesta diciptakan dalam kondisi berpasangan dengan sifat yang saling bertolak belakang, seperti hitam-putih, siang-malam, positif-negatif, benar-salah dan sebagainya. Dua hal yang bertentangan ini tidak untuk saling memusnahkan dan menghancurkan tetapi untuk berjalan secara selaras dan seimbang, saling melengkapi untuk mencapai tujuan akhir yang selaras.
Setelah berbagi pengalaman dan informasi mengenai nilai-nilai dan budaya Bali, tim melakukan kunjungan ke Taman Nusa. Taman yang berada di Gianyar merupakan obyek wisata budaya yang mecerminkan keberagaman Nusantara.
Berbagai indormasi digambarkan dalam bentuk narasi maupun bangunan. Tata ruang dan arsitektur ditata secara artistik dan natural, menyatu dengan alam dengan pemandangan yang indah.
Di lahan seluar 15 hektar itu dibangun sekitar 60 rumah adat tradisional yang mewakili suku-suku yang ada di Indonesia. Selain itu juga dibangun beberapa bangunan yang mencerminan perjalanan peradaban Nusantara. Dimulai dari jaman pra-sejarah dengan desain alam yang primitif, kemudian zaman perunggu, era kerajaan, masa kolonial sampai era kemerdekaan dan kekinian.
Di taman Nusa ini juga ada gedung pertunjukan, perpustakaan, ruang seminar dan museum. Kami melihat di sini merupakan tempat ideal untuk melakukan pendidikan kebangsaan dan pembudayaan Pancasila bagi generasi muda.
Tapi sayang, tempat ini hancur dan tidak terawat karena Pandemi. Bangunan yang artistik dan penuh makna ini lapuk dan dan ditumbuhi rumput liar karena tidak terawat. “Biasanya ribuan orang mengunjungi tempat ini dalam seminggu, tapi sejak pandemi Covid-19, hampir tidak ada orang yang mengunjungi tempat ini†demikian kata petugas yang masih setia menjaga tempat ini.