EDITOR.ID, Jakarta,- Praktisi hukum Maria Salikin mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Bareskrim Polri segera mengambil alih penanganan kasus dugaan suap terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Menurut Maria Salikin, Tujuan masuknya KPK agar kasus ini dijalankan secara lebih objektif, profesional dan transparans. Pasalnya, kasus ini menjadi perhatian publik. Dan penanganan secara internal oleh pihak Kejaksaan Agung menimbulkan persepsi publik akan sarat dengan konflik kepentingan.
Sementara menurut Maria KPK punya kewenangan mengambil alih kasus tersebut. Pertanyaan Maria kenapa KPK tidak juga segera mengambil alih kasus Jaksa Pinangki.
“Karena “turun tangan” nya KPK menangani perkara Jaksa Pinangki setidaknya akan semakin meningkatkan kepercayaan publik terhadap penanganan kasus suap Djoko Tjandra yang menghebohkan dunia penegakan hukum kita,” tutur Maria Salikin dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (4/9/2020)
Sebab, lanjut Maria, kalau melihat dari segi kewenangan dan dari segi aturan, idealnya penanganan kasus Jaksa Pinangki ini bisa ditangani oleh KPK.
“Karena berdasarkan Pasal 10A UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, lembaga anti rasuah ini memiliki kewenangan untuk mengambil alih kasus tindak pidana korupsi yang sedang diselidiki kejaksaan,” sebut Maria yang juga Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Himpunan Advokat/ Pengacara Indonesia (HAPI).
Karena memang perkara-perkara dengan tipologi seperti itulah yang menjadi domain kewenangan KPK (Pasal 11 UU Nomor 19 Tahun 2019), termasuk perkara yang melibatkan penyelenggara negara.
Oleh karena itu Maria menyarankan Kejaksaan Agung untuk menyerahkan kasus ini ke KPK. “Ini bukan masalah soal siapa yang seharusnya berhak atau tidak untuk menangani kasus tersebut, namun yang terpenting dapat dipercaya publik atau masyarakat,” tutur Maria mengingatkan.
“Tetapi saya katakan siapa yang paling pas menangani agar bisa melahirkan publik trust atau kepercayaan publik itu sebenarnya hal yang penting,” imbuhnya.
Karena Maria menilai Jaksa Agung bakal dihadapkan dengan tuntutan objektivitas dan conflict of interest dalam menangani perkara Pinangki.
“Kasus ini menurut saya merupakan ujian berat bagi Kejaksaan Agung, bagaimana institusi ini diuji apakah bisa bersikap objektif. Bahkan bisa jadi juga kejaksaan akan mendapat sorotan. Namun tidak masalah jika pihak Kejaksaan Agung benar-benar objektif transparan, tidak pilih kasih, tidak melindungi Pinangki sebagai anggota korps,” kata Maria.