EDITOR.ID, Jakarta, – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyebut kasus penganiayaan terhadap Jurnalis Tempo di Surabaya, Nurhadi, akan ditindaklanjuti hingga “jelas posisi hukumnya”.
Hal itu disampaikannya saat menerima perwakilan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dan LBH Pers di Kantor Kemenko Polhukam.
“Saya sudah mendengar dari AJI, LBH Pers, dan Polda Jawa Timur. Saya telah bicara dengan Kapolda Jatim [Nico Afinta], kasus itu akan terus ditindaklanjuti, sudah prarekonstruksi dan Kapolda menyatakan akan diteruskan kasusnya sampai jelas posisi hukumnya seperti apa,” ujar Mahfud melalui keterangan pers kepada wartawan, Jumat (2/4).
Hadir dalam pertemuan tersebut Sekretaris Jenderal AJI Indonesia Ika Ningtyas, Direktur LBH Pers Ade Wahyudin, Ketua bidang Advokasi AJI Indonesia Wawan Abk dan Ketua Bidang Penyiaran AJI Indonesia Lexy Rambadeta.
Dalam pertemuan itu, Mahfud menyatakan pemerintah berprinsip memberikan dan menjamin perlindungan kepada jurnalis saat melakukan kerja-kerja jurnalistiknya, termasuk kepada Nurhadi.
“Bagi pemerintah, jurnalis bukan musuh, tetapi teman untuk mempercepat pengungkapan kasus. Oleh sebab itu, kita berharap pekerjaan jurnalis jangan diganggu. Siapa yang mengganggu jurnalis berarti dia punya kesalahan yang ingin ditutupi atau ingin menutupi kesalahan orang lain,” ucapnya.
Jika jurnalis berbuat kesalahan, lajutnya, pihak yang merasa dirugikan bisa menempuh mekanisme yang telah diatur, yakni jalur sengketa di Dewan Pers, bukan malah memukuli atau main hakim sendiri.
“Kalau jurnalisnya salah kan ada mekanismenya tersendiri. Ada mekanisme internal di Dewan Pers berdasarkan kode etiknya tersendiri. Kalau masuk ke soal hukum ya ada hukumnya, tetapi jangan diganggu ketika sedang bekerja,” tegasnya.
Sementara itu, Sekjen AJI Indonesia Ika Ningtyas meminta pemerintah serius menyelesaikan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis, termasuk mengusut semua pelaku kekerasan terhadap Jurnalis Tempo, Nurhadi.
Pembiaran pada kasus kekerasan yang menimpa jurnalis menjadi ancaman serius bagi kebebasan pers dan demokrasi. Kekerasan yang menimpa Nurhadi, kata dia, bukan kali pertama terjadi.
Sepanjang 2020, AJI mencatat terjadi 84 kasus kekerasan menimpa jurnalis di berbagai daerah. Sebagian besar kasus tersebut tidak pernah diusut oleh aparat.
“Pemerintah harus menunjukkan komitmen melindungi kebebasan pers dengan tidak membiarkan adanya impunitas terhadap para pelaku kekerasan yang telah merusak demokrasi kita,” kata Ika sebagaimana dilansir dari CNNIndonesia.
Direktur LBH Pers Ade Wahyudin menambahkan, kekerasan yang menimpa Nurhadi merupakan pelanggaran Undang-Undang Pers, karena selain penganiayaan, ada juga penghalang-halangan aktivitas jurnalistik, yakni ketika para pelaku mematahkan SIM card dan mengatur ulang telepon seluler Nurhadi.
“Kami mendorong penegak hukum untuk mengusut kasus ini dan mencari pelakunya siapa. Hingga sekarang sudah dihadirkan dua terduga pelaku. Tetapi kami berharap tidak berhenti di situ karena yang melakukan kekerasan banyak,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Bidang Advokasi AJI Indonesia, sepanjang 2020, kasus kekerasan terbanyak terjadi di Ibu Kota Jakarta (17 kasus), disusul Malang (15 kasus), Surabaya (7 kasus), Samarinda (5 kasus), Palu, Gorontalo, Lampung masing-masing 4 kasus.
Dari jenis kasus kekerasan yang dihadapi jurnalis, sebagian besar berupa intimidasi (25 kasus), kekerasan fisik (17 kasus), perusakan, perampasan alat atau data hasil liputan (15 kasus), dan ancaman atau teror 8 kasus. Sedangkan dari sisi pelaku, polisi menempati urutan pertama dengan 58 kasus, disusul tidak dikenal 9 kasus, dan warga 7 kasus.
Kepada Mahfud MD, perwakilan AJI Indonesia dan LBH Pers juga menyampaikan catatan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi di Indonesia selama beberapa tahun terakhir, termasuk kekerasan di ranah digital dan ancaman Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Menyikapi hal ini, Mahfud mengaku akan menggelar pertemuan bersama Ketua Dewan Pers, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Menteri Komunikasi dan Informatika, serta Kapolri.
Kasus ini bermula ketika Nurhadi, melakukan reportase keberadaan Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji, di sebuah acara pernikahan di Gedung Samudra Bumimoro, Krembangan, Surabaya, Sabtu (27/3).
Sejumlah aparat kepolisian dan panitia acara yang mengetahui keberadaan dia kemudian memukul, mencekik, menendang, merusak alat kerja dan mengancam membunuh Nurhadi.
Nurhadi didampingi AJI Surabaya, KontraS Surabaya, LBH Pers dan LBH Lentera kemudian melaporkan tindakan penganiayaan itu ke Mapolda Jatim. Laporan itu dengan nomor: LP-B/176/III/RES.1.6/2021/UM/SPKT Polda Jatim. Dengan terlapor bernama Purwanto dan Firman, yang diduga adalah anggota Polda Jatim. (Tim)