EDITOR.ID, Yogyakarta, – Liga Mahasiswa Muslim Yogyakarta (LMMY) beserta seluruh elemen yang ada didalamnya menyatakan sikap atas segala bentuk kejahatan apartheid otoritas Israel, melalui aksi turun ke jalan dan menyebarkan infografis mengenai apartheid kepada pengguna jalan, di perempatan Jalan Jenderal Sudirman, Yogyakarta, kemarin (24/5/2021).
Aksi ini sebagai bentuk pembelaan terhadap segala bentuk penindasan, solidaritas dan dukungan terhadap saudara semuslim, dan penjagaan terhadap nilai nilai kemanusiaan serta Hak Asasi Manusia yang berlaku universal.
Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sleman dan Koordinator LMMY Sleman Dimas Suryo Pamujo, melalui pernyataan sikapnya mengecam tindakan-tindakan diskriminasi dan pelanggaran kemanusiaan dalam bentuk apartheid yang dilakukan oleh pemerintah Israel.
“LMMY mengajak untuk menggalang? solidaritas sebagai seorang manusia, dengan membantu menyebarkan dukungan, pencerdasan, penolakan, hingga protes? melalui sosial media? dengan cara cara konstitusional terhadap isu kemanusian yang terjadi di Palestina,” tutur Dimas.
Dimas mengajak seluruh umat beragama dan setiap manusia yang masih memiliki hati nurani untuk menyertakan doa dalam setiap ibadahnya untuk kebaikan dan perdamaian dunia.
“LMMY Mendesak Pemerintah Republik Indonesia untuk turut aktif menyuarakan sikap dan menekan Israel untuk menghentikan aksinya dalam forum-forum internasional, serta menginisiasikan solusi yang jelas,” ujar Dimas.
LMMY juga mendorong organisasi internasional seperti PBB dan negara-negara anggota di dalamnya untuk bersikap atas kejahatan atas kemanusiaan yang terjadi serta memberikan solusi atas penyelesaian konflik.
Menurut Dimas, kebijakan yang mendorong kejahatan terhadap kemanusiaan dalam bentuk apartheid oleh pemerintah Israel didasari atas ketidakstabilan politik dalam kabinet Benjamin Netanyahu sehingga memfasilitasi tumbuhnya pengaruh dari sayap kanan.
“Apartheid merupakan salah satu kejahatan terhadap kemanusiaan terburuk yang menyalahi prinsip-prinsip dasar kemanusiaan, dengan ciri khasnya berupa dominasi dan penindasan secara sistematis oleh satu kelompok ras, etnis, dan lain-lain; terhadap kelompok yang berlainan ras, etnis, dan lain-lain,” ungkap Dimas.
Dimas menuturkan, tindakan apartheid ini serupa dengan kebijakan manifest destiny yang dilakukan oleh Amerika Serikat pada abad ke-19 yang mengambil tanah-tanah suku asli Amerika dan memberikannya kepada orang kulit putih.
“Propaganda yang dikeluarkan oleh Israel pun serupa dengan pemikiran the white man burden yang diadopsi oleh bangsa Barat pada era Ratu Victoria yang menganggap tanah jajahannya sebagai daerah tidak berbudaya dan terbelakang sehingga perlu dididik oleh bangsa kulit putih penjajah,” terang Dimas.
Dimas menjelaskan, kejahatan terhadap kemanusiaan dalam bentuk apartheid telah dilakukan oleh Israel, bahkan sejak dalam hukum. Knesset pada 2018 telah mengesahkan Nation-State Bill, yang mengafirmasi Israel sebagai ‘negara bangsa orang-orang Yahudi’, dan membangun ‘pemukiman Yahudi’ sebagai nilai nasional.
Selain itu, dengan diberlakukannya struktur kewarganegaraan dua tingkat serta percabangan kebangsaan dan kewarganegaraan mengakibatkan warga Palestina memiliki status lebih rendah daripada warga Yahudi menurut undang-undang Israel.
Dimas menyampaikan, bentuk-bentuk diskriminasi yang dilakukan Israel atas Palestina antara lain pembatasan besar-besaran terhadap pergerakan barang dan orang Palestina; penyitaan sebagian besar tanah-tanah mereka; penerapan keadaan yang keras, termasuk penolakan kategoris terhadap izin mendirikan bangunan di sebagian besar Tepi Barat;
Pemindahan paksa; penolakan hak tinggal untuk ratusan ribu warga Palestina dan kerabat mereka; serta penangguhan hak-hak sipil dasar, seperti kebebasan berkumpul dan berserikat, merampas kesempatan warga Palestina untuk bersuara dalam berbagai urusan dan kepentingan dasar mereka.
Bentuk-bentuk tersebut, kata Dimas, telah memenuhi unsur-unsur utama definisi apartheid menurut Konvensi Apartheid 1973 dan Statuta Roma 1998; sebagaimana laporan yang telah diterbitkan oleh Human Rights Watch pada 2021.
“Normalisasi hubungan antara negara-negara Arab dan Israel, serta digunakannya hak veto yang memperlambat pengambilan keputusan di organisasi internasional seperti PBB menyebabkan sulitnya mengimplementasikan solusi perdamaian abadi antara Israel-Palestina,” imbuh Dimas.
Aksi diikuti oleh 40-an mahasiswa yang berasal dari HMI Cabang Yogyakarta, HMI Cabang Sleman, Mahasiswa Pencinta Islam (MPI) Yogyakarta, Keluarga Mahasiswa Muslim Pertanian (KMMP) Universitas Gadjah Mada (UGM), Keluarga Muslim Fakultas MIPA (KMFM) UGM, Syariah Economics Forum UGM (SEF UGM), Keluarga Mahasiswa Islam Kehutanan (KMIK) UGM, Jamaah Muslim Geografi (JMG) UGM, Jamaah shalahudin (JS) UGM.
Kegiatan berlangsung dengan menerapkan Protokol Kesehatan (Prokes) Pengendalian dan Pencegahan Penularan dan Penyebaran Covid-19. Yakni Memakai masker, Mencuci tangan dengan sabun dan Menyemprotkan hand sanitizer, dan Mencegah kerumunan dengan Menjaga jarak dan Membatasi mobilitas dan interaksi (3M).
Sebelum aksi, mahasiswa menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Ini sekaligus sebagai ajakan untuk mengumandangkan lagu Indonesia Raya secara kontinyu di ruang publik untuk mengobarkan nasionalisme rakyat Indonesia yang dilandasi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Sesuai Surat Edaran Gubernur DIY No.29/SE/V/2021, yang dikeluarkan pada 18 Mei 2021 lalu. (Tim)