“Ini sesuai dengan rencana kita untuk mendorong lebih banyak investasi dalam pencarian cadangan serta peluang baru di area terbuka. Kami juga sudah mengembangkan sistem informasi data migas yang mudah diakses,” ujar Arifin.
Saat ini industri hulu migas juga menghadapi isu keberlanjutan lingkungan serta emisi karbon. Pemerintah tentu tidak tinggal diam dan merespon isu tersebut dengan memberikan dukungan terhadap penerapan teknologi untuk menekan emisi dalam kegiatan hulu migas antara lain Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS).
“Pembahasan revisi PP no 27 dan 53 Tahun 2017 sudah memasuki tahap akhir. Revisi dua regulasi tersebut akan meningkatkan keekonomian proyek, termasuk memasukkan peraturan terkait CCS dan CCUS,” ujar Arifin.
PP No 27 tahun 2017 terkait biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu migas, sedang PP No 53 tahun 2017 tentang Perlakuan Perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu Migas dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Adapun pemerintah menargetkan produksi minyak sebesar 1 juta barrel per hari (BOPD) dan gas menjadi 12 miliar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, target migas 2030 bisa dicapai dengan syarat melakukan aktivitas yang agresif dan investasi yang masif.
“Kita perlu mengebor lebih dari 1.000 sumur per tahun setelah 2025. Kita juga perlu menarik investasi lebih dari 20 miliar dollar AS per tahun,” ujar Dwi. (tim)