Harvey Moeis, yang merupakan inisiator program kerja sama sewa peralatan processing pelogaman timah, meminta pihak-pihak smelter menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan sebagai uang pengamanan. Jaksa mengatakan uang pengamanan itu dijadikan seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR), yakni sebesar USD 500-750 per ton.
Uang pengamanan seolah-olah dana CSR senilai USD 30 juta atau Rp 420 miliar itu ditampung Helena melalui PT QSE dan dicatat sebagai penukaran valuta asing. Helena merupakan pemilik PT QSE namun tak tercatat dalam akta pendirian perusahaan money changer tersebut.
“Bahwa setelah uang masuk ke rekening PT Quantum Skyline Exchange selanjutnya oleh terdakwa Helena ditukarkan dari mata uang rupiah ke dalam mata uang asing ke dolar Amerika yang seluruhnya kurang lebih sebesar USD 30 juta yang kemudian diberikan tunai kepada Harvey Moeis secara bertahap yang diantar oleh kurir PT Quantum Skyline Exchange,” kata jaksa.
Jaksa mengatakan Helena mendapatkan keuntungan Rp 900 juta. Keuntungan itu diperoleh Helena melalui penukaran valuta asing yang dilakukan di PT QSE.
“Atas penukaran uang Harvey Moeis, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa, terdakwa Helena melalui PT Quantum Skyline Exchange mendapatkan keuntungan seluruhnya kurang lebih sebesar Rp 900 juta dengan perhitungan Rp 30 kali USD 30 juta, jumlah yang ditukarkan di PT Quantum Skyline Exchange,” ujar jaksa.
Uang itu diserahkan Helena ke Harvey secara transfer dan tunai. Harvey lalu menyerahkan sebagian uang itu ke PT Refined Bangka Tin dan untuk kepentingan pribadinya yang seolah tak ada kaitannya dengan uang hasil tindak pidana korupsi.
Uang yang diterima Harvey melalui Helena dari PT QSE pada 2018-2023 berlangsung dalam empat kali transfer, yakni transfer pertama senilai Rp 6.711.215.000 (Rp 6,7 miliar), transfer kedua senilai Rp 2.746.646.999 (Rp 2,7 miliar), transfer ketiga senilai Rp 32.117.657.062 (Rp 32,1 miliar), dan keempat Rp 5,5 miliar.
Dalam pelaksanaannya, jaksa mengungkap PT Timah membeli bijih timah kadar rendah dengan harga kadar tinggi yang ditambang oleh penambang ilegal di dalam wilayah IUP PT Timah. Sementara itu, penentuan tonase bijih timah yang dibeli menggunakan ‘metode kaleng susu’ tanpa uji laboratorium.
Helena juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Jaksa mengatakan Helena menyamarkan transaksi terkait uang pengamanan seolah-olah dana CSR dari Harvey Moeis.
“Bahwa dalam melakukan sejumlah transaksi uang dari pengumpulan dana pengamanan seolah-olah CSR tersebut, terdakwa Helena menggunakan beberapa rekening dan beberapa money changer yang disembunyikan dan disamarkan,” kata jaksa.