(Farid Wajdi – Juru Bicara Komisi Yudisial)
Jakarta, EDITOR.iD – Menjelang Pemilihan Umum (pemilu) 2019, Komisi Yudisial (KY) mengimbau agar hakim dapat terus menjaga independensi dan netralitas dalam menjalankan perilaku kedinasan (tugas yudisialnya) maupun perilaku di luar tugas kedinasannya.
Juru Bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi Dalam rilis yang diterima EDITOR.ID mengatakan dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) secara tegas menyebutkan, hakim tidak boleh menjadi pengurus atau anggota dari partai politik. Hakim juga dilarang secara terbuka menyatakan dukungan terhadap salah satu partai politik. Pelanggaran terhadap hal ini berarti berpotensi melanggar KEPPH karena berperilaku tidak arif dan bijaksana.
“Hakim juga dituntut agar arif dan bijaksana dalam bersikap dan bertutur kata di ruang media sosial atau tempat lain di di dunia nyata,” ujarnya.
Penting bagi hakim untuk berpikir ulang sebelum mengirimkan atau membagikan sesuatu konten tertentu di media sosial. Jangan sampai seorang hakim tanpa sadar ikut mengirimkan atau membagikan informasi yang memuat kebencian, SARA, serta hoax dan model kampanye negatif. Atau kecenderungan perilaku yang menunjukkan keberpihakan kepada calon yang ikut kontestasi pileg maupun pilpres. Hal ini mengingat kewajiban hakim untuk memelihara kehormatan dan keluhuran martabat dan terikat kode etik.
“Sebagai warga negara, hakim memang memiliki hak pilih dalam Pemilu 2019. Namun, Komisi Yudisial terus mengingatkan, para hakim agar tetap selektif, hati-hati dan bijak dalam menyampaikan pendapat terkait Pemilu 2019 demi menjaga kemuliaan profesinya,” tegasnya. Lebih Lanjut Farid mengatakan hakim harus paham dan sadar bahwa terikat kode etik yang mewajibkan untuk bersikap arif dan bijaksana dalam setiap situasi.