Perang saudara tidak terlepas dari operasi inteligent dari perang dingin. Ini juga pelajaran buat Indonesia, bahwa persaoalan SARA bisa mengundang negara luar memperkeruh suasana sehingga terjadi perpecahan negara.
Masjid Soeharto di Bosnia
Masjid dengan nama resmi ‘Masjid Istiqlal’ itu dibangun selama enam tahun dari 1995 -2002. Lokasinya memang dipilih di tengah lembah yang di depannya ada tempat tempat parkir yang luas dan nyaman. Luas bangunan masjid ini mencapai 2.800 meter persegi dan bisa menampung hingga 3.000 jemaah di bagian dalamnya saja. Jika menggunakan area luarnya, maka jumlah jamaahnya bisa lebih dari itu.
Sedangkan, data fisik dua menaranya masing-masing diketahui mencapai 48 meter. Dan tinggi bangunan masjidnya mencapai 27 meter.
Dari jauh bangunan masjid yang menelan pembiayaan sebanyak 2,7 juta dolar memang terlihat menonjol karena di Sarajevo tidak banyak berdiri bangunan bertingkat tinggi. Maka tidak mengherankan bila Masjid Istiqlal ini kemudian menjadi salah satu ikon kota yang sempat menjadi mengalami perang yang berdarah-darah.
“Harus diakui memang ada peran Soeharto di situ. Dan seluruh rakyat Bosnia mengetahuinya. Di kala hari libur dan Jumat banyak orang pergi mengunjungi masjid tersebut,” sebut Khairil.
Sejarah Masjid Istiqlal Sarajevo Saat kunjungannya ke Sarajevo pada Maret 1995, Presiden Suharto mempertimbangkan untuk membangun masjid sebagai hadiah untuk orang-orang Bosnia dan Herzegovina di tengah-tengah peperangan. Ia kemudian menunjuk arsitek Fauzan Noe’man yang memang berpengalaman dalam mendesain banyak masjid, salah satunya Masjid At-Tin di Taman Mini Indonesia Indah, untuk mendesain Masjid Istiqlal Sarajevo.
Bagian dalam Masjid Istiqlal Sarajevo, dengan ornamen dari Indonesia termasuk mimbar yang jadi hadiah dari B. J. Habibie
Namun karena peristiwa lengsernya Suharto pada Mei 1998, pembangunan masjid ini sempat tertunda. Hingga akhirnya masjid ini diresmikan pada September 2001.
Banyak elemen dalam masjid ini yang merepresentasikan Indonesia. Beberapa di antaranya adalah pintu masjid yang terbuat dari kayu jati asli. Pintunya dibuat di Jepara dan dibawa dengan kapal dari Indonesia ke Bosnia dan Herzegovina.
“Ada juga mihrab ini yang dibawa langsung dari Indonesia dan dihadiahkan oleh B. J. Habibie dan Ibu Ainun Habibie. Mihrab ini digunakan oleh imam ketika sedang berbicara atau sedang berkhutbah,” jelas Retno.