“Kita memohon kepada Allah dalam setiap kesulitan. Kemudian kita melupakan-Nya ketika kesulitan itu disingkirkan. Bagaimana kita mengharapkan doa akan terkubul. Kita telah menutup jalannya dengan dosa-dosa.”
Dilansir dari buku Sa’atan Sa’atan (Semua Ada Saatnya) yang ditulis Syekh Mahmud Al Mishri diterjemahkan Ustaz Abdul Somad diterbitkan Pustaka Al-Kautsar.
Untuk diketahui, Syekh Ibrahim bin Adham (718-782) lahir di tengah komunitas orang Arab Kota Balkh, daerah Khurasan timur (kini bagian dari Afghanistan).
Menurut Reynold A Nicholson dalam artikelnya, para ahli sejarah pada era modern banyak menukil keterangan dari Ibnu Asakir atau Abu Nu’aim al-Isfahani (948-1038) untuk menggali profil sang mursyid. Kedua penulis biografi ulama-ulama klasik itu menuturkan, Syekh Ibrahim bin Adham lahir sekitar pada tahun 112 Hijriyah.
Ada perbedaan pandangan mengenai lokasi kelahirannya. Ibnu Asakir berpendapat, Syekh Ibrahim bin Adham lahir di Balkh. Sementara, al-Isfahani dalam Hilyatul Auliya menyebut, sang sufi lahir di Makkah ketika kedua orang tuanya sedang berhaji. (tim)