Sejak itu kekayaan yang dilaporkan dalam LHKPN oleh sejumlah pejabat Kemenkeu dan Direktorat Jenderal Pajak mendapat sorotan publik karena nilainya tak sesuai dengan pendapatan yang diterima.
Para pejabat itu masuk dalam daftar merah untuk dipantau, diaudit dan diperiksa. Karena harta yang mereka milik dinilai tidak wajar dengan gaji dan tunjangan yang dimiliki sebagai PNS atau pejabat.
69 Pegawai Kemenkeu Berharta “Ajaib” Akan Diperiksa
Ditempat terpisah Inspektur Jenderal Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh akan memanggil 69 pegawai (daftar kuning) Kemenkeu soal kepemilikan harta kekayaan yang dinilai tak masuk logika itu.
Rinciannya untuk Laporan Harta Kekayaan (LHK) tahun 2019 artinya yang dilaporkan tahun 2020 itu ada 33 pegawai tidak clear, kemudian LHK 2020 atau pelaporan 2021 ada 36 pegawai yang tidak clear.
“Jadi total ada 69 pegawai tidak clear,” ujar Awan saat konferensi pers, Rabu lalu (1/3/2023)
Awan mengatakan, Kemenkeu akan segera melakukan pemanggilan terhadap 69 pegawai tersebut untuk dilakukan verifikasi.
“Pada prinsipnya kami melakukannya dengan data analitik, dengan pendataan itu kita bisa tau anomalinya terhadap harta kekayaan pegawai kementerian keuangan,” kata Awan.
Pemeriksaan nantinya akan berkutat seputar profil jabatannya, sumber perolehan kekataan, harta kekayaan yang tidak dilaporkan, dan informasi transaksi keuangan.
Penemuan Pegawai Berharta “Ajaib” Hasil Kerjasama Kemenkeu dan KPK
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan temuan adanya kecurigaan 69 LHK pegawai itu didapat dari hasil sinkronisasi sistem di Kemenkeu dengan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
“Kami di Kementerian Keuangan memiliki sistem yang dinamai Alpha untuk pelaporan LHK pegawai, sistem itu terkoneksi dengan sistem data LHKPN di KPK,” kata Suahasil.
Suahasil mengatakan, jika ditemukan kejanggalan, pihaknya melakukan pengujian formal dan material untuk memastikan para pegawai tidak terindikasi melakukan korupsi dan penyalahgunaan jabatan.
“Analisis formal merupakan kelengkapan berkas kepatuhan menyampaikan seluruh kelengkapan-kelengkapan yang sifatnya administrasi dan aspek material yang dilakukan untuk menilai kewajaran kepemilikan harta,” kata Suahasil. (tim)