Jakarta, EDITOR.ID,– Kementerian Keuangan buka suara terkait salah satu wajib pajak, artis Soimah. Juru Bicara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yustinus Prastowo mengklarifikasi jika kejadian itu melibatkan petugas pajak. Biasanya anggota di lapangan hanya memvalidasi.
Jika pun ada kegiatan lapangan, itu merupakan kegiatan rutin untuk memastikan nilai yang dipakai telah sesuai dengan ketentuan, yaitu harga pasar yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
“Tentu ini perlu dikonfirmasi ke pengalaman Soimah sendiri,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/4/2023).
Menanggapi pernyataan Soimah terkait aksi ‘gebrak meja’ dari petugas pajak saat ke kediamannya, Pras sedikit bercanda.
“Jika ada yang gebrak meja, jangan-jangan ini pemilik Soto Gebrak Madura yang kita sangka sedang marah, padahal ramah,” ujar Yustinus.
Berdasarkan kesaksian petugas pajak yang berinteraksi, Yustinus mengatakan mereka tidak pernah bertemu Soimah. Hanya keluarga atau penjaga rumah.
“Terakhir dengan konsultan pajak. Patut diduga ini bersumber dari cerita pihak lain, yang merasa gentar dan gemetar. Lagi-lagi, saya berprasangka baik dan sangat ingin mendudukkan ini dalam bingkai pencarian kebenaran yang semestinya,” ujarnya.
Yustinus mengatakan masalah tersebut bermula saat Soimah membeli rumah pada 2015. Dia menduga, orang yang disebut berinteraksi dengan Soimah adalah petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Pemerintah Daerah (Pemda) setempat.
“Mengikuti kesaksiannya notaris, patut diduga yang berinteraksi dengan Soimah adalah petugas BPN dan Pemda, yang berurusan dengan balik nama dan pajak-pajak terkait BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan) yang merupakan domain Pemda,” ujarnya.
Petugas Pajak Ikut Mengukur Pendopo Debt Collector
Dia juga turut membahas mengenai kedatangan petugas pajak yang dikatakan membawa debt collector, lalu masuk rumah untuk melakukan pengukuran pendopo, termasuk pengecekan detail bangunan. Baginya, itu merupakan kegiatan normal berlandaskan pada surat tugas yang jelas.
“Memang membangun rumah tanpa kontraktor dengan luas di atas 200 m2 terutang PPN dua persen dari total pengeluaran. UU mengatur ini justru untuk memenuhi rasa keadilan dengan konstruksi yang terutang PPN. Petugas pajak bahkan melibatkan penilai profesional agar tak semena-mena,” ujarnya.
Maka begitu, tak heran jika kemudian pengerjaannya terbilang lama dan mendetail. Hasilnya, nilai bangunan ditaksir Rp 4,7 miliar, bukan Rp 5,0 miliar seperti diklaim Soimah.
“Dalam laporannya sendiri, Soimah menyatakan pendopo itu nilainya Rp 5 miliar,” ujarnya lagi.