Oleh: Ngatawi Al-Zastrouw
Penulis adalah Seorang Budayawan dan Kepala Makara Art Center Universitas Indonesia
SEKITARÂ jam 17.00 WIT kami mendarat di bandara H. Hasan Aroeboesman Ende. Cuaca sedikit mendung, sehingga matahari yang sebentar lagi tenggelam makin terlihat redup karena terhalang awan. Angin senja bertiup sepoi-sepoi menebar udara sejuk membuat suasana sore itu menjadi terasa nyaman.
Bandara yang terkenal ekstrim itu sama sekali tidak menunjukkan kesan menyeramkan karena tertutup oleh keindahan pantai dan pegunungan yang ada di sekitarnya. Karena sudah berada dipenghujung senja, rombongan langsung menuju hotel untuk melakukan kordinasi acara besuk, dilanjutkana dengan istirahat.
Pagi hari rombongan menuju rumah pengasingan Bung Karno yang terletak di di Kampung Ambugaga, Kelurahan Kotaraja, di tengah kota Ende. Di rumah ini kami melihat beberapa koleksi Bung Karno yang masih tersisa, seperti lukisan, naskah sandiwara tonil, beberapa perabot rumah tangga dan beberapa lembar kain.
Kami memasuki kamar-kamar tempat Bung Karno kerja, beristirahat dan bercengkrama dengan keluarga. Bung Karno menempati rumah pengasingan di Ende ini selama empat tahun, sembilan bulan dan empat hari (mulai tanggal 14 Februari 1934 sd 1938.
Selama di pengasingan di Ende, Bung Karno beserta istri (Inggit Ganarsih), mertuanya (Ibu Amsi) dan kedua anak angkatnya (Ratna Juami dan Kartika)menempati rumah sederhana milik Haji Abdullah Ambuwaru.
Setelah melihat-lihat beberapa benda koleksi Bung Karno dan berkililing melihat suasana rumah pengasingan, rombongan melakukan diskusi mengenai Pancasila. Penulis menjadi barasumber bersama Saeful Arif, tenaga Ahli MPR dan Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila (PSPP).
Diskusi dimaksudkan untuk menggali jejak-jejak Pancasila dan merekosntruksi pemikiran Bung Karno tentang Pancasila. Sebagaimana kita ketahui, ide tentang Pancasila itu tercetus dalam perenungan Soekarno saat diasingkan di Ende. Oleh karena itu ditempat pengasingan ini kami, tim BPIP mencoba menggali dan menghidupkan kembali gagasan dan spirit Bung Karno tentang Pancasila.
Dalam diskusi ini penulis menyampaikan bahwa gagasan Pancasila Bung Karno merupakan wujud dari pola pikir dan gagasan intelektual genuin yang khas Nusantara, yaitu mempertautkan dimensi sepiritual dan rasional.
Sebagai seorang intelektual, Soekarno menyerap berbagai konsep dan pemikiran yang rasional, seperti sosialisme, kapitalisme, nasionalisme dan berbagai gagasan besar dunia lainnya. Namun sebagai seorang Muslim yang hidup dan didik dalam konstruksi budaya Nusantara, rasionaitas saja tidak cukup, perlu dilengkapi dengan spiritualitas.