Sebelum menjadi Dirjen Bina Pemdes, Eko Prasetyanto pernah menjabat sebagai Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) dan Plh Kepala Badan Litbang Kemendagri.
Sosok pejabat berpenampilan sederhana itu juga pernah menjadi Staf Ahli Menteri Dalam Negeri.
Eko Prasetyanto Purnomo lahir di sebuah desa di Bantul, Yogyakarta, pada 4 Juni 1968. Ayahnya bernama Sutardjo Purnomo, seorang Kepala Sekolah di sebuah SMP di Bantul, Yogyakarta.
Dan ibunya bernama Retnaningdyah Ninik Prasetyanti. Orang tuanya memberi nama Eko Prasetyanto Purnomo Putro yang berarti “Anak laki-laki yang diharapkan setia dan menjadi suluh bagi keluarga”.
Begitu arti nama Eko Prasetyanto Purnomo Putro. Hidup dan tumbuh di pedesaan membuat Eko sangat menyukai desa, walaupun ketika SD hingga di Perguruan Tinggi dititipkan di rumah Pakdenya, KRT Hutomo Prawironegoro, di Kota Yogya.
Namun, Eko bisa dibilang sepanjang hidupnya berurusan dengan desa. Hal ini di karenakan setiap Sabtu dijemput ayahnya, Sutardjo untuk kembali ke Desa Bajang, Wijirejo, Pandak, Bantul, kampung kelahirannya.
Bahkan karena sering diajak di berbagai kegiatan di Desa oleh Ayahnya, menghantarkan Eko sebagai salah satu Ketua Pemuda dan Karang Taruna di Desa tersebut.
Ketertarikan untuk mempelajari dan mendalami tentang Desa mengantarkan juga Eko masuk ke jurusan Geografi, Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1987. Beliau tertarik dengan pedesaan terutama tata guna lahan, geografi, dan budaya desa. Ia sangat memahami betul.
Saat melanjutkan studi program S2 dan S3, Eko juga memperdalam topik-topik Desa. Usai lulus S1, Eko mengawali karirnya langsung menjadi seorang Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kemendagri pada 1996.
Karirnya ia titi dari bawah, dari staf biasa, kasi, kasubdit, dan kemudian direktur. Semuanya di PMD (kurang lebih 25 Tahun sebelum promosi menjadi Sahmen). Selama di Bina Pemdes (PMD ketika itu), ia pernah menduduki jabatan tiga direktur (Direktur Pemdes dan Kelurahan, Direktur Evaluasi Perkembangan Desa serta Direktur Kelembagaan dan Kerjasama Desa).
Pada 2005, saat Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membahas Undang Undang (UU) tentang Pemerintahan Desa, Eko dan beberapa rekannya mendapatkan kepercayaan untuk menyiapkan naskah akademik.
Pembahasan UU Pemerintahan Desa ini sebagai tindak lanjut dari pemecahan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) menjadi tiga UU, yakni UU Pemda, UU Pemilu, dan UU Pemdes. (tim)