EDITOR.ID, Jakarta,- Kewajiban puasa di bulan suci Ramadhan menjadi pembelajaran besar bagi umat Islam bagaimana kita diajarkan mampu menjaga penglihatan, pendengaran, dan ucapan. Bagaimana kita mampu menahan diri dan mengendalikan kelima indera dari perbuatan dosa.
Selama ini banyak yang tak sadar jika ucapan kita menggunjingkan orang lain, apalagi memfitnah dan membuat cerita bohong soal seseorang adalah dosa besar. Di bulan suci Ramadhan ini kita diajarkan bisa meminimalisasi kebiasaan buruk kita menggunjingkan orang lain.
Karena hakekat puasa itu tidak sekedar menahan diri dari rasa lapar dan haus, tapi juga menahan diri dari segala hal yang tidak pantas untuk dikerjakan, salah satunya yaitu menahan diri dari hawa nafsu.
Orang yang berpuasa semestinya dapat mengontrol hawa nafsunya. Salah satu contoh hawa nafsu yang tidak terkontrol dan bisa mengarah pada perbuatan buruk adalah tidak bijak dalam bermedia sosial.
Belakangan banyak orang menggunakan media sosial untuk menyebarkan kata-kata tak pantas memperolok orang, membuat cerita seolah benar untuk menjelekkan orang, menyebarkan berita hoaks dengan tujuan dan niat buruk, memfitnah orang. Perbuatan ini sungguh dosa besar jika kita memahami ajaran Islam secara benar.
Hoaks secara istilah merupakan perbuatan menyebarluaskan berita palsu dengan tujuan negatif.
Dampak hoaks secara nyata terjadi dan terlihat di Indonesia. Banyak orang dengan mudahnya melihat dan membaca suatu berita dan langsung mempercayai berita tersebut.
Mereka tidak menyadari bahwa berita yang tersebar khususnya di media sosial tidak semua benar. Banyak berita yang membanjiri media sosial dengan cepat merupakan berita yang tidak benar.
Setidaknya terdapat dua faktor sosiologis mengapa penyebaran berita hoaks terjadi begitu cepat. Pertama, teknologi informasi yang berkembang pesat memberikan akses besar pada mayoritas masyarakat Indonesia untuk melihat dan membaca berita melalui situs atau media sosial. Dimana sebelumnya, hanya kalangan tertentu yang bisa mengakses informasi melalui internet.
Terdapat pemahaman yang dangkal di bidang teknologi pada mayoritas masyarakat Indonesia sehingga terjebak dengan jebakan teknologi. Hasilnya, berita palsu yang ditulis melalui blog atau laman tidak resmi dianggap suatu kebenaran layaknya media massa memberitakan fakta.
Kedua, terjadi pergeseran arah penyebaran informasi yang dilakukan oknum media massa memanfaatkan kelemahan intelektual masyarakat Indonesia untuk menggiring opini masyarakat dengan tujuan tertentu.