EDITOR.ID, Jakarta,- Hakim Mahkamah Agung (MA) menjadi sorotan publik usai meringankan hukuman pidana penjara Edhy Prabowo dari 9 tahun tinggal hanya 5 tahun atau dikurangi 4 tahun. Sontak putusan hakim MA ini dikritik berbagai kalangan.
Pertimbangan majelis hakim meringankan hukuman Edhy Prabowo sampai 4 tahun ini sangat sederhana. Karena Edhy Prabowo bekerja baik selama menjabat sebagai menteri.
Putusan kasasi tersebut diputuskan pada tanggal 7 Maret 2022 oleh majelis kasasi yang terdiri atas Sofyan Sitompul selaku ketua majelis, Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani masing-masing selaku anggota.
Putusan ini menimbulkan pertanyaan dan rasa penasaran publik. Pasalnya Edhy Prabowo jelas-jelas sudah dinyatakan bersalah menerima suap dan merugikan negara. Namun hukuman yang seharusnya ia terima atas perbuatannya kenapa justru dikurangi.
Padahal dalam putusan, baik di tingkat Pengadilan Negeri maupun pengadilan banding, perbuatan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut sudah terbukti. Ia menerima suap atas penerbitan ijin ekspor benih lobster bernilai miliaran.
Putusan ini sontak jadi sorotan Indonesia Corruption Watch (ICW). Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyatakan pengurangan masa hukuman kasus korupsi justru dikhawatirkan bisa menjadi angin segar bagi pejabat yang pengin korupsi.
“Pemotongan hukuman oleh Mahkamah Agung ini dikhawatirkan menjadi multivitamin sekaligus penyemangat bagi pejabat yang ingin melakukan praktik korupsi,” ujar Kurnia sebagaimana dilansir dari jpnn.com, Jumat (11/3/2022).
Sebab, pejabat yang berniat melakukan tindak pidana korupsi bisa melihat secara langsung bahwa putusan lembaga kehakiman jarang memberikan efek jera.
Kurnia juga menjelaskan korupsi disebut sebagai kejahatan luar biasa karena menimbulkan dampak viktimisasi yang luas dan perbuatan yang dikutuk masyarakat.
“Tentu dengan dasar ini, masyarakat sangat mudah untuk melihat betapa absurdnya putusan kasasi MA terhadap Edhy,” ujar Kurnia Ramadhana.
Keringanan yang didapatkan Edhy Prabowo ini dinilai sangat melukai rasa keadilan masyarakat.
Saat menjabat, Edhy Prabowo mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 56/PERMEN-KP/2016.
Sebelumnya, dalam keterangannya Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro di Jakarta pada Rabu (9/3/2022), mengatakan putusan kasasi majelis hakim MA memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengenai pidana yang dilakukan kepada terdakwa dan lamanya pidana tambahan.
Kemudian, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Edhy Prabowo dengan penjara selama 5 tahun dengan pidana denda sebesar Rp 400 juta dengan ketentuan bila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Terdapat sejumlah hal yang menjadi pertimbangan majelis kasasi sehingga mengurangi vonis Edhy Prabowo tersebut.
“Putusan Pengadilan Tinggi yang mengubah putusan Pengadilan Negeri kurang mempertimbangkan keadaan yang meringankan terdakwa, sehingga perlu diperbaiki dengan alasan pada faktanya terdakwa sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan RI sudah bekerja dengan baik dan memberi harapan besar kepada masyarakat, khususnya nelayan,” demikian keterangan hakim. (Ant)