Hendry Lie Ditangkap di Bandara dan Ditahan, Tersangka ke-22 Korupsi Timah Ilegal Rp 300 Triliun

Abdul Qohar dalam jumpa pers kepada wartawan malam ini juga menyebutkan bahwa dalam kasus korupsi timah, Hendry Lie selaku Beneficiary Owner PT TINS secara sengaja melakukan penambangan Timah ilegal bekerja sama dengan PT Timah Tbk. Dia telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini sejak bulan April 2024 lalu.

Direktur Penyidikan Kejagung Abdul Qohar Foto Tangkapan Layar Kompas TV

“Memperkaya Hendry Lie melalui PT Tinindo Internusa setidak tidaknya Rp 1.059.577.589.599,19 (Rp 1 triliun),” bunyi surat dakwaan.

Profil Hendry Lie

Hendry Lie merupakan pemilik maskapai PT Sriwijaya Air. Dikutip dari situs resminya, PT Sriwijaya Air pertama kali didirikan Chandra Lie, Hendry Lie Johannes Bunjamin dan Andy Halim pada 10 November 2002.

Pria kelahiran Pangkal Pinang tahun 1965 ini sempat menggeluti usaha garmen sebelum memutuskan berkecimpung di bisnis maskapai.

Hendry Lie merupakan kakak dari Chandra Lie, sementara Andy Halim dan Fandy Lingga merupakan adik-adiknya.

Adapun beberapa tenaga ahli yang disebut turut merintis berdirinya Sriwijaya Air antara lain Supardi, Capt. Kusnadi, Capt. Adil W, Capt. Harwick L, Gabriella, Suwarsono dan Joko Widodo.

Dalam sejarah perusahaan, pesawat Sriwijaya Air tipe Boeing 737-200 memulai penerbangan pertamanya dari Jakarta – Pangkal Pinang, Jakarta – Jambi dan Jakarta – Pontianak.

Sriwijaya Air juga berhasil memiliki beberapa anak perusahaan yang meliputi, NAM Air, Sekolah Penerbangan National Aviation Management, National Aircrew Management, National Aircraft Maintenance dan Negeri Aksara Mandiri.

Kasus Korupsi Timah

Dalam kasus ini, Hendry Lie selaku Beneficial Ownership PT Tinindo Internusa merupakan salah satu perusahaan smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah.

Pada 2015, Dinas Pertambangan dan Energi Bangka Belitung menyetujui rencana kerja anggaran dan biaya (RKAB) periode 2015-2019 yang isinya disebut jaksa tidak benar. Rencana itu melibatkan lima smelter, salah satunya yakni yang dimiliki Hendry Lie.

Menurut jaksa, RKAB tersebut seharusnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penambangan di wilayah IUP masing-masing perusahaan smelter dan afiliasinya.

“Akan tetapi RKAB tersebut juga digunakan sebagai legalisasi untuk pengambilan dan mengelola bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah, Tbk,” kata jaksa.

Pihak dinas juga tidak melakukan pembinaan terhadap para perusahaan smelter itu, sehingga tidak terlaksananya tata kelola pengusahaan pertambangan yang baik. Ini berdampak kepada kerusakan lingkungan di Bangka Belitung.

“Karena pada kenyataannya RKAB yang telah disetujui tersebut hanya formalitas untuk mengakomodir pengambilan dan pengelolaan bijih timah secara ilegal dari wilayah IUP PT Timah, Tbk,” ucap jaksa.

Dari hasil tambang tersebut, perusahaan milik Hendry Lie melakukan transaksi dengan PT Timah. Jadi, PT Timah ini membeli bijih timah yang ditambang pihak swasta di wilayahnya sendiri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: