Ia menegaskan bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan berdasarkan vonis pengadilan tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu.
Ketiga, Mahfud meyakini vonis PN Jakpus tersebut tidak bisa dilanjutkan eksekusi. “Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekusi. Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU,” tulisnya.
Keempat, Mahfud menegaskan bahwa penundaan pemilu dilakukan hanya berdasar gugatan perdata partai politik bukan hanya bertentangan dengan UU, tetapi juga bertentangan konstitusi yang telah menetapkan pemilu dilaksanakan lima tahun sekali.
Oleh karena itu, Mahfud menegaskan bahwa baik KPU maupun seluruh masyarakat harus menempuh perlawanan hukum terhadap vonis PN Jakpus tersebut.
“Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul,” tutupnya.
Sebelumnya Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dalam gugatan perdata mengabulkan seluruhnya gugatan Partai Prima.
Salah satu putusannya adalah memerintahkan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari. Ini artinya Pemilu ditunda hingga Juli 2025.
Humas PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo menjelaskan putusan gugatan perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst tersebut. Zulkifli membenarkan bahwa majelis hakim mengabulkan gugatan Partai Prima yang salah satunya tergugat yakni KPU diminta tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024.
“Jadi pada prinsipnya putusan itu dikabulkan adalah ya bunyi leterleknya itu menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024 sejak putusan diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari,” kata Zulkifli saat dikonfirmasi awak media, Kamis (2/3/2023). (tim)