EDITOR.ID, Surabaya, – Menjelang Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriyah dan sesuai Surat Edaran (SE) Kementerian Agama Nomor 07 Tahun 2021 Tanggal 6 Mei 2021, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa bergerak cepat dengan menggelar Rapat Koordinasi Persiapan Sholat Idul Fitri 1442 Hijriyah di Gedung Negara Grahadi, Minggu (9/5) malam.
Rakor yang dipimpin Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa tersebut juga diikuti secara luring Plh. Sekdaprov Jatim Heru Tjahjono, Kasdam V Brawijaya Brigjen TNI Agus Setiawan, Wakapolda Jatim Brigjen Pol. Slamet Hadi Supraptoyo, Kepala Kanwil Kemenag Jatim Ahmad Zayadi, Ketua PW Muhammadiyah Jatim M. Saad Ibrahim, Ketua PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar, Ketua LDII Jatim M. Amrozi Konawi, dan Sekretaris MUI Jatim Hasan Ubaidillah.
Rakor yang juga diikuti secara daring seluruh Walikota/Bupati, jajaran Dandim, serta Kapolres se-Jatim itu menetapkan keputusan bahwa pelaksanaan Sholat Ied 1442 Hijriyah dengan melihat Zona Covid-19 di setiap daerah. Gubenur Khofifah pun memutuskan, bahwa penyelenggaraannya akan menggunakan pemetaan zonasi berbasis Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro, dan bukan zonasi Kabupaten/Kota. Keputusan tersebut ditunjang dengan diterbitkannya Surat Edaran Gubernur Jatim Nomor : 451/10180/012.1/2021Tentang Penyelenggaraan sholat Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah / 2021 di saat masa pandemi Covid-19 di Jawa Timur, Senin, 10 Mei 2021.
“Kalau menggunakan skala mikro, Kepala Desa, Lurah, dengan melibatkan Babinsa dan Babinkamtibmas lebih mudah melakukan pemetaan. Ini menjadi penting, utamanya kemungkinan shaf yang rapat dapat dihindari karena jamaah akan dipecah di beberapa tempat ,” jelas Khofiah.
Lebih lanjut dirinya menambahkan, dipilihnya format Sholat Idul Fitri berbasis PPKM Mikro dikarenakan lebih fokus merujuk untuk bisa memonitor pendisiplinan kepada sub basis di tingkat RW dan desa. Sehingga, langkah tersebut dapat mengatur para warga agar bisa mengatur ibadah dengan baik.
Dalam koordinasi tersebut, Gubernur Khofifah menambahkan, khutbah yang dilakukan hanya 7 hingga 10 menit serta surah yang dibacakan kategori pendek seperti surah Al Ikhlas dan Al Kafiruun. Untuk kegiatan takbiran, hanya dilakukan di masjid dengan jumlah 10 % jamaah dari total kapasitas. Sementara takbir di jalan raya tidak akan diperkenankan.
“Artinya bahwa rasa untuk bisa melaksanakan Sholat Id bisa terpenuhi, namun protokol kesehatan bisa terjaga. Dan kalau ada panitia yang dibentuk, senantiasa bisa mengingatkan untuk tidak bersalaman,” jelas Khofifah.
Dirinya juga mengimbau, agar mulai dari lini terbawah untuk menyiapkan masker. Termasuk menyediakan fasilitas cuci tangan bagi para jamaah sebelum memasuki masjid atau di lapangan.
“Kita akan menggunakan zonasi PPKM mikro. Tetap dikawal agar tidak terjadi kerumunan dan interaksi di lini bawah,” tegasnya.
Selain itu, Gubernur Khofifah juga mengatakan, dalam pelaksanaan Sholat Idul Fitri, protokol
kesehatan diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik. Termasuk diimbangi dengan dibentuknya kepanitiaan tingkat mikro.
Adanya antisipasi ini, sebut Khofifah, berkaca dari peningkatan jumlah kasus Covid-19 pasca Idul Fitri tahun lalu. Dimana saat itu pasca Idul Fitri di Jatim terjadi peningkatan sebesar 150 % dari jumlah sebelumnya.
“Saat libur Idul Fitri tahun lalu, kasus sebelumnya 200 perhari jadi 400 sampai 500 perhari. Ada juga kenaikan kasus pasca liburan Agustusan yang dari 400 kasus perhari jadi 650 perhari. Mohon ini dilihat dari satu kesatuan. Saya mohon unjung-unjung (berkunjung) antar tetangga tidak dilakukan, berwisata juga sangat dibatasi karena ini menjadi satu kesatuan proses yang dihawatirkan berdampak terhadap penyebaran covid – 19 jika tidak di waspadai bersama, karena mobilitas masyarakat,” jelas Khofifah.
Selain itu, Gubernur perempuan pertama di Jatim itu juga mengatakan, peningkatan kasus signifikan pada libur akhir 2020 yang lalu, dimana sebelumnya melandai dari 400 kasus perhari melonjak 800-1.000 perhari.
“Ada kenaikan 225 persen. Artinya mobilitas masyarakat jika tidak diikuti disiplin Prokes dapat menjadi pemicu peningkatan kasus,” kata Khofifah.
Khusus untuk para Imam, Muadzin, dan Marbot harus sudah dilakukan vaksinasi. Selain itu, jamaah juga diimbau untuk berwudhu di rumah, membawa sajadah sendiri dan memastikan membawa kantong kresek untuk menaruh alas kaki.
“Alas kaki wajib dimasukkan kantong, dibawa masuk ke dalam masjid, untuk menghindari kerumunan. Nantinya alas kaki wajib ditaruh di samping shaf sholat,” imbuh Khofifah.
Lebih lanjut, Ketua Umum Muslimat NU ini juga menjelaskan, sebelum memasuki wilayah masjid, jamaah diwajibkan menggunakan masker. Disamping itu juga menyiapkan uang tunai atau cashless untuk Infaq.
“Sebelum memasuki masjid jamaah juga akan dilakukan pengecekan suhu tubuh, masuk bilik sterilisasi dan mencuci tangan. Nantinya setiap masjid juga akan diwajibkan untuk jaga jarak sesuai dengan tanda shaf jamaah,” jelas Khofifah.
Adapun pelaksanaan sholat dan khutbah Idul Fitri, hanya diberikan durasi selama 30 menit saja. Ketetapan itu dilakukan untuk mempersingkat waktu melalui bacaan surat pendek dan durasi khutbah maksimal 7-10 menit saja.
Sementara untuk menghindari terjadinya kerumunan, Khofifah juga mengimbau kepada masyarakat untuk segera pulang ke rumah setelah Sholat Idul Fitri.
“Prinsipnya menghindari kerumunan dengan penerapan protokol kesehatan,” jelasnya.
Gubernur Khofifah pun mencontohkan rencana pelaksanaan yang dipersiapkan di Masjid Al Akbar Surabaya (MAS). Dimana rencana pelaksanaannya ditetapkan dengan format pendaftaran terlebih dahulu bagi para calon jamaah yang ingin mengikuti penyelenggaraan Sholat Idul Fitri. Utamanya bagi daerah yang masuk dalam Zona Orange.
“Hal ini kita lakukan, sehingga tidak ada yang tiba-tiba datang pagi, yang berkeinginan Sholat Id banyak, lalu akhirnya mereka berhimpitan,” ujar Gubernur Khofifah.
“Setiap jamaah ditandai dengan Id Card. Bagi jamaah yang tidak memiliki Id Card tidak bisa Sholat Idul Fitri di Masjid,” imbuhnya.
Lebih lanjut mantan Menteri Sosial RI tersebut meminta kepada seluruh masyarakat untuk menindaklanjuti imbauan tersebut. Dirinya pun berharap kepada masjid-masjid di Jatim untuk mencontoh mekanisme yang sudah dilakukan di Masjid Al-Akbar Surabaya. Dimana skema pendaftarannya dilakukan secara online.
“Di Masjid Al Akbar, hanya dibatasi 6.000 jemaah, yakni 15 persen dari kapasitas masjid sebesar 40 ribu jemaah. Jemaah diberikan ID card untuk membedakan jemaah pria dan jemaah wanita. Sangat kita mohon. Ini semua kita lakukan untuk kewaspadaan berganda,” tegas Khofifah.
Selain itu, Gubernur Khofifah juga menambahkan, hal-hal terkait dengan pelaksanaan Sholat Idul Fitri 1442 Hijriyah, seperti mengunjungi sanak keluarga, takbiran dan lain sebagainya diharapkan tetap mematuhi imbauan pemerintah.
“Mohon semuanya dijaga. Mohon kali ini tidak usah melakukan takbiran keliling,” jelasnya.
Dirinya pun berpesan, kepada masyarakat agar memastikan bahwa semua protokol kesehatan (Prokes) harus dijalankan dengan disiplin, detail dan teliti.
“Kali ini, kita semua harus melakukan proses teridentifikasi, juga harus dilihat dengan prosentase tertentu. Jadi kalau ada wilayah masih masuk dalam Zona Orange, maka maksimal kapasitas masjid hanya 15 persen. Oleh karena itu, mendaftarkan lebih awal, lebih baik,” imbau Khofifah.
Dirinya pun berharap, proses pendaftaran para jamaah untuk mengikuti Sholat Ied menjadi sesuatu yang penting. Yakni agar setiap jamaah bisa melaksanakan ibadah dengan rasa aman.
“Jika ada jamaah yang belum terdaftar karena kapasitas masjid penuh, maka diharapkan dapat melaksanakan Sholat Ied di rumah saja,” pintanya.
Khusus untuk tempat wisata, Gubernur Khofifah menyampaikan, bahwa Forkopimda Jatim sudah menyepakati kapasitas maksimum saat Idul Fitri 1442 Hijriyah hanya 25 % saja.
“Kami sudah mendiskusikan dengan Pak Pangdam, Pak Kapolda bahwa kapasitas 25 persen saja untuk seluruh tempat wisata. Bisa dilihat dari jumlah tiket yang terjual dari jumlah total seluruh kapasitas,” jelas Khofifah.
Nantinya, terang Khofifah, setelah kapasitas terpenuhi, pihak Polri akan melakukan penyekatan di titik-titik tertentu untuk putar kembali.
“Jadi kalau sudah nomor polisi L tidak bisa ke kota Batu, nanti akan dilakukan pemutaran kendaraan,” jelas Khofifah.
Gubernur Khofifah juga mengatakan, wisata merupakan satu paket dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri. Agar sinergitas antar Kepala Daerah dan seluruh elemen tetap terlaksana, dirinya meminta agar ada koordinasi di tingkat bawah.
“Begitu juga di tingkat desa, seperti Babinsa, Babinkamtibmas harus bersinergi untuk mengendalikan mobilitas masyarakat,” terang Khofifah. (Tim)