GRANAT Tolak Tanaman Kratom Dilegalkan Karena Masuk Narkotika Golongan Satu

Henry menjelaskan, kratom memiliki resiko ketergantungan yang tinggi, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memvalidasi penggunaannya sebagai terapi.

Penggiat Anti Narkoba Asri Hadi (Kiri) dan Prof Henry Yosodiningrat Ketum DPP Granat (Kanan)

“Laporan Pratinjau WHO Expert Committee on Drug Dependence (WHO ECDD) tahun 2021 tentang kratom, mitragynine dan 7-Hydroxymitragynine, pada pokoknya berpendapat bahwa kratom memiliki potensi penyalahgunaan dan pengguna dapat mengalami efek kesehatan yang fatal dan tetap menjadi obat terlarang,” tukas Prof. Henry.

Selain itu, kembali ditegaskan oleh Henry, National Anti Drugs Agency (NADA Malaysia) juga menyatakan bahwa di Malaysia pada tanggal 01 Agustus 2016, Islamic Legal Consultative Committee of Federal Territories, memutuskan bahwa “Usulan Penanaman Pohon Kratom dilarang” dan bahaya yang lebih besar daripada manfaatnya.

Di Myanmar, kata Prof. Henry, kratom dinyatakan sebagai obat terlarang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Narkotika dan Psikotropika serta Peraturan Kementerian Kesehatan Myanmar “Pelaku pelanggaran diancam dengan pidana 5 hingga 10 tahun penjara”.

“Penjelasan saya ini hubungkan dengan pernyataan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal TNI (Purn) Dr. Moeldoko yang menyebutkan “Menteri Kesehatan mengatakan bahwa kratom tidak masuk kategori Narkotika” adalah pernyataan yang keliru dan menyesatkan,” ungkap Henry.

“Karena pernyataan itu memberikan kesan bahwa Pemerintah Indonesia tidak menganggap kratom sebagai narkotika, sehingga kratom merupakan barang yang halal dan boleh digunakan untuk keperluan apa saja (tidak ubahnya seperti daun singkong),” imbuh politikus PDIP ini.

Ia menilai KSP Moeldoko telah menutup mata serta tidak memperdulikan Rekomendasi dari Komite Nasional Perubahan Penggolongan Narkotika dan Psikotropika yang merekomendasikan bahwa kratom merupakan Narkotika Golongan I.

Moeldoko juga dinilai tidak memperdulikan Surat Edaran Kepala BNN RI Nomor B/3985/X/KAKPLO2/2019/BNN tahun 2019 yang menyatakan kratom sebagai narkotika Golongan 1 dan juga tidak memperdulikan rekomendasi serta pendapat dari Lembaga Internasional yang menyatakan kratom memiliki potensi penyalahgunaan dan pengguna dapat mengalami efek kesehatan yang fatal sehingga kratom tetap menjadi obat terlarang.

Menanggapi pandangan pemerintah yang mengakui bahwa Kratom mengandung zat sedatif meskipun dianggap sangat kecil, Henry mengatakan anggapan bahwa kandungan sedatif yang kecil itu tidak berdasarkan hasil dari suatu penelitian.

Selain itu pemerintah mengakui Kratom akan mengakibatkan ketergantungan, akan tetapi ketergantungan itu dikategorikan rendah. Menanggapi hal ini Henry mengatakan pernyataan pemerintah bahwa tingkat ketergantungan yang rendah itu tanpa didasari suatu penelitian atau riset yang dapat dipertanggungjawabkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: