Perbuatan itu dilakukan Ridwan bersama-sama dengan terdakwa lain (dalam berkas terpisah), yaitu Koordinator Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral Yuli Bintoro; Subkoordinator Pengawasan Usaha Operasi Produksi Mineral Henry Julianto; Evaluator Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral Eric Viktor Tambunan; Pelaksana Lapangan PT. Lawu Agung Mining Glenn Ario Sudarto, Direktur PT. Lawu Agung Mining Ofan Sofwan, dan Pemegang Saham/ pemilik PT. Lawu Agung Mining Windu Aji Sutanto.
Kajati Sultra Patris Yusrian Jaya mengatakan sebanyak 8 orang terdakwa tersebut disidangkan di PN Tipikor Jakarta. Sedangkan 4 terdakwa lainnya, yaitu Direktur PT. Kabaena Kromit Prathama Andi Adriansyah alias Iyan; Direktur PT. Tristaco Mineral Makmur Rudy Hariyadi Tjandra; Hendra Wijayanto selaku General Manager PT. Antam Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Konawe Utara; Agussalim Madjid selaku Kuasa Direksi PT. Cinta Jaya akan disidangkan di Pengadilan Tipikor Kendari sesuai locus delicti (tempat terjadinya tindak pidana).
“(Para terdakwa) memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” kata tim JPU Kejati Sultra yang dipimpin Asisten Tindak Pidana Khusus Iwan Catur di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (6/12/2023).
Duduk Perkara
Diketahui, PT Kabaena Kromit Prathama (PT KKP) selaku pemilik IUP OP berdasarkan surat keputusan Bupati Konawe Utara tahun 2010 adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan mineral.
Pada 2021 PT KKP pernah dihentikan sementara seluruh kegiatan usahanya oleh terdakwa I Ridwan Djamaluddin dikarenakan proses jual beli ore nikel antara PT KKP dengan perusahaan smelter nikel yang ada di Indonesia tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020.
Saat itu, PT KKP tidak menggunakan surveyor yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM serta dokumen kontrak penjualan yang disampaikan oleh PT. KKP tidak sesuai dengan ketentuan harga patokan mineral (HPM) sebagaimana yang ditentukan dalam Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020.
Selanjutnya, pada 9 April 2021, terdakwa Ridwan Djamaludin mencabut penghentian sementara seluruh kegiatan usaha PT KKP. Namun pencabutan penghentian sementara itu dilakukan hanya berdasarkan penyampaian kontrak penjualan PT KKP dengan perusahaan smelter nikel untuk penjualan ore nikel berikutnya, tanpa melakukan verifikasi kebenaran dokumen dan verifikasi fakta di lapangan.