EDITOR.ID, Jakarta,- Tarik menarik “perebutan” posisi Calon Wakil Presiden (Cawapres) dalam pembahasan di parpol pengusung Prabowo Subianto masih memanas. Semua tetap ngotot ingin menempatkan kadernya sebagai cawapres. PKS mengaku akan tetap memperjuangkan rekomendasi Ijtima Ulama dan tidak mau mengalah sebelum janur kuning melengkung alias sebelum Prabowo mengumumkan dan mendaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) 10 Agustus nanti.
Mereka berjuang habis-habisan agar kadernya bisa dipilih Prabowo. PKS yang sejak awal menyatakan berkoalisi dengan Prabowo tetap tak bergeming untuk menggoalkan Salim Segaf sebagai Cawapres. Demikian juga Demokrat. Partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SABY) ini tetap menunggu Prabowo yang kabarnyat lebih berpeluang akan meminang Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)
Pengamat politik dari Forum Studi Intelektual untuk Indonesia (FIS UI) Asri Hadi mengungkapkan, Demokrat lebih punya modal positif ketimbang PKS.
“Meski PKS mengklaim lebih dulu bergandengan tangan dengan Gerindra daripada Demokrat, namun partai ini terlambat memastikan Prabowo sebagai capresnya, mereka justru pernah mengembangkan wacana capres alternatif, sehingga Prabowo harus melobi Demokrat untuk memastikan koalisi akan menetapkan dia sebagai Capres,” papar Asri Hadi di Jakarta, Rabu (8/8/2018)
Bukti bahwa PKS telat secara terang-terangan mendukung Prabowo meski berkoalisi sejak awal dengan Gerindra bisa dibaca dari manuver politiknya yang menyebarkan wacana #2019GantiPresiden. Didalam isu mengkampanyekan ganti presiden PKS terkesan memberikan ruang pada calon lain.
“Beda dengan Demokrat. Meski dalam koalisi datang belakangan, namun cukup dalam dua kali pertemuan, Ketua umum Partai Susilo Bambang Yudhoyono sudah langsung secara terbuka menyatakan bahwa mereka akan mengusung Prabowo dalam Pilpres 2019,” kata Asri.
Ini membuktikan Demokrat lebih serius mengusung Prabowo Subianto. Hal tersebut menurut perkiraan Asri Hadi yang menjadikan dasar pertimbangan Prabowo terkesan “akan”: lebih condong memilih AHY sebagai cawapresnya.
Koalisi di tubuh parpol pengusung Prabowo juga makin menghangat ketika Partai Amanat Nasional (PAN) ikut menyodorkan ketua umumnya Zulkifli Hasan sebagai cawapres. Persaingan bukan lagi antara PKS dengan Demokrat namun PAN juga tak ingin hanya menjadi penonton dalam koalisi ini.
Bahkan isu yang beredar, kian ketatnya persaingan memperebutkan posisi cawapres membuat parpol pengusung Prabowo saling mengancam. Jika sebelumnya PKS mengancam akan menarik dukungan terhadap Prabowo, kini giliran kabar santer Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan diam-diam menemui Presiden Joko Widodo..
Spekulasi yang berkembang, Zulkifli konon akan menjajaki untuk bergabung dalam koalisi Jokowi. Karena ambisi PAN untuk menempatkan kadernya Zulkifli Hasan sebagai pendamping Prabowo konon belum mendapatkan respon positif.
Apalagi beredar kabar bahwa istana memberi sinyal jika PAN akan bergabung dengan koalisi pendukung petahana Presiden Joko Widodo untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan jumlah akhir partai pendukung yang akan bertambah itu bakal diketahui saat Jokowi mengundang seluruh Ketua Umum partai koalisi pada Kamis atau Jumat mendatang.
“Lihat nanti pada saatnya yang tanda tangan pencalonan presiden dan wakil presiden apakah jumlah partai pendukungnya sembilan atau sepuluh,” ucap Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (7/8/2018).
Kendati demikian, Pramono tak mau menanggapi jika nasib PAN untuk mendukung koalisi Jokowi kerap disebut terhambat karena belum bertemunya Presiden dengan Amien Rais, pendiri PAN.
“Pokoknya lihat saja nanti sembilan atau sepuluh partai,” tuturnya.
Sembilan partai saat ini, klaim Pramono, sudah solid mendukung Jokowi. Mereka ialah PDI Perjuangan, Golkar, PKB, Hanura, Nasdem, PPP, PSI, Perindo, dan PKPI. Hal itu disampaikan sekaligus menampik kabar bakal keluarnya anggota koalisi dan bergabung dengan partai di luar pendukung Presiden Jokowi.
Ia pun enggan ketika dikonfirmasi nasib Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur apabila PAN akhirnya tetap tak bergabung koalisi.
“Itu kan kalau,” jawabnya singkat.
Sebelumnya, PAN memang tak bergabung di koalisi Jokowi dalam Pilpres 2014. Ia mendukung pasangan calon Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa saat itu.
Tetapi, di tengah kepemimpinan Jokowi, PAN yang dipimpin Zulkifli Hasan mendukung Jokowi-JK dan mendapat satu kursi menteri.
Jelang Pilpres 2019, PAN justru kerap mengkritik pemerintahan Jokowi. Di beberapa pilkada daerah, PAN juga terlihat semakin solid untuk berada di barisan oposisi. (tim)