Editor.ID – Ponorogo, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak menekankan agar setiap Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki kekhususan di tiap-tiap jurusan yang ada di sekolah masing-masing. Meskipun antara SMK satu dengan yang lain memilki jurusan yang sama, tetapi dirinya berharap ada pembeda satu dengan lain. Hal itu dimungkinkan untuk mengatasi permasalahan over suplai dari lulusan SMK.
“Nah ini kita khawatir daya serap dari dunia kerja bagaimana, maka tadi kita berpesan harus ada modifikasi, ada tambahan-tambahan kekhususan,”Kata Wagub Emil usai meresmikan revitalisasi SMKN 1 Slahung di Jalan Macan Tutul, Desa Galak, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo, Sabtu (15/2/2020) sore.
Wagub yang pernah menjabat Bupati Trenggalek ini menyampaikan, kekhususan yang ia tekankan hendaknya disesuaikan dengan potensi lokal dimana sekolah tersebut berada. Sehingga lulusan-lulusan SMK akan dapat diserap oleh Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) di sekitar sekolah.
“Tentunya kita melihat bahwa ada keterampilan-keterampilan yang bisa langsung diberdayakan secara komersial seperti tata boga tadi, itu bisa dikaryakan,” Ujar Emil.
Emil Dardak sapaan lekat Wagub Jatim ini menyebut, langkah lain untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan melakukan penataan ulang jurusan-jurusan yang ada di SMK.
“Jadi Pak Kepala Dinas Pendidikan tadi kita minta untuk melihat lagi komposisinya,†sebutnya.
Sementara itu, Ia menuturkan bahwa Dudi membutuhkan orang-orang yang memiliki karakter. Oleh karenanya, ia meminta pada pihak sekolah untuk dapat membangun karakter siswa seperti kreatif dan memiliki etos kerja. Karena menurutnya, karakter tersebut dapat membuat seseorang bertahan di Dudi.
“Karena kata kuncinya di dunia kerja ini kan bukan hanya nilai rapor atau IPK kalau kuliah, tetapi memang sebenernya karakter,†tuturnya.
Selain membangun karakter, lanjut Emil, saat ini penting untuk menumbuhkan kemampuan belajar secara independen, rasa penasaran dan budaya swadesi pada siswa. Pasalnya hal tersebut mampu membentuk siswa memiliki jiwa produktif.
“Kita harus ingin bisa membuat sendiri, rasa ingin membuat sendiri ini disebut budaya swadesi,” imbuhnya.
Selain itu, ia juga mengatakan pada fase masa peralihan dari dunia sekolah ke dunia kerja diperlukan sistem yang mampu membuat lulusan mandiri dan siap memasuki dunia kerja. Salah satunya dapat difasilitasi melalui program Teaching Factory.
“Setelah lulus pun alumnus pun masih boleh memanfaatkan sarana dan prasarana itu kurang lebih setahun lah, ini yang sedang kita coba godok, sudah mulai dilaksanakan dibeberapa tempat,” pungkasnya.