Jakarta, EDITOR.ID,- Majelis hakim menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta kepada mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar. Hakim menyatakan Emirsyah terbukti bersalah melakukan korupsi terkait pengadaan Sub 100 seater pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600. Akibat perbuatan korupsi itu negara dirugikan Rp9,37 triliun.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Emirsyah Satar telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum,” kata ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2024).
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Emirsyah Satar oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 tahun,” imbuh hakim.
Hakim menghukum Emirsyah membayar denda Rp 500 juta. Apabila denda tak dibayar, diganti dengan 3 bulan kurungan.
Emirsyah Satar juga dihukum membayar uang pengganti senilai USD 86.367.019. Hal yang memberatkan vonis yakni perbuatan Emirsyah Satar tidak mendukung pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Hakim menyatakan Emirsyah Satar melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer JPU.
Sebelumnya, Emirsyah Satar dituntut 8 tahun penjara dalam kasus korupsi terkait pengadaan sub 100 seater pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600. Jaksa juga menuntut Emirsyah membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta uang pengganti USD 86.367.019 subsider 4 tahun kurungan.
Emirsyah Satar didakwa melakukan korupsi terkait pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600. Jaksa menyebut total kerugian negara melalui PT Garuda Indonesia akibat perbuatan Emirsyah sebesar 609 juta dolar Amerika atau lebih dari Rp9,37 triliun. Kerugian itu akibat harga sewa pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 yang sangat tinggi dan tidak sesuai harga pasaran.
Satar diduga melakukan tindak pidana bersama-sama dengan Agus Wahyudo selaku eks Executive Project Manager Aircraft Delivery PT GA, dan Hadinoto Soedigono selaku eks Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia 2007-2012.
Lalu bersama Soetikno Soedarjo selaku mantan pemilik PT Mugi Rekso Abadi, PT Ardyaparamita Ayuprakarsa, Hollingworth Management Internasional dan sebagai pihak intermediary (commercial advisor) yang mewakili kepentingan Avions De Transport Regional (ATR) dan Bombardier.