EDITOR.ID – Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT PAL Indonesia (Persero) Budiman Saleh sebagai tersangka.
Budiman terlibat dalam kasus dugaan korupsi dalam kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dalam kurun waktu 2007-2017.
Sebagai gambaran, Budiman terlibat dalam kasus ini ketika menjabat sebagai Direktur Aerostructure (2007-2010), Direktur Aircraft Integration (2010-2012), dan Direktur Niaga dan Restrukturisasi (2012-2017) di PTDI. Ia diduga menerima aliran dana sejumlah Rp686.185.000.
“Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ke penyidikan dan menetapkan tersangka yakni BUS (Budiman Saleh),” ujar Deputi Penindakan KPK, Karyoto, saat jumpa pers di KPK, Jakarta, Kamis (22/10/2020).
Karyoto menuturkan konstruksi perkara dimulai pada saat direksi PTDI periode 2007-2010 melaksanakan Rapat Dewan Direksi (BOD/Board of Director) pada akhir tahun 2007.
Rapat membahas dan menyetujui sejumlah hal, yakni penggunaan mitra penjualan (keagenan) beserta besaran nilai imbalan mitra dalam rangka memberikan dana kepada customer/ pembeli PTDI atau end user untuk memperoleh proyek.
Lalu, pelaksanaan teknis kegiatan mitra penjualan dilakukan oleh direktorat terkait tanpa persetujuan BOD dengan dasar pemberian kuasa BOD kepada direktorat terkait serta persetujuan atau kesepakatan untuk menggunakan mitra penjualan sebagai cara untuk memperoleh dana khusus guna diberikan kepada customer/ end user dilanjutkan oleh direksi periode 2010-2017.
Sebagai pelaksanaan tindak lanjut persetujuan direksi, ujar Karyoto, para pihak PTDI melakukan kerja sama dengan Didi Laksamana (mitra penjualan) serta para pihak di lima perusahaan.
Ada pun lima perusahaan yang dimaksud adalah PT Bumiloka Tegar Perkasa (BTP), PT Angkasa Mitra Karya (AMK), PT Abadi Sentosa Perkasa (ASP), PT Penta Mitra Abadi (PMA), dan PT Niaga Putra Bangsa (NPB).
Di luar itu kerja sama mitra penjualan juga melibatkan Ferry Santosa Subrata selaku Direktur Utama PT Selaras Bangun Usaha (SBU).
Karyoto menjelaskan penandatanganan kontrak mitra penjualan tersebut sebanyak 52 kontrak selama periode 2008-2016.
“Kontrak mitra penjualan tersebut adalah fiktif dan hanya sebagai dasar pengeluaran dana dari PTDI dalam rangka pengumpulan dana untuk diberikan kepada customer/ end user,” kata Karyoto.
Menurut dia, pembayaran dari PTDI kepada perusahaan mitra penjualan yang pekerjaannya diduga fiktif tersebut dilakukan dengan cara mentransfer langsung ke rekening perusahaan mitra.