EDITOR.ID,L Jakarta – Kejaksaan Agung RI resmi menetapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana. Si pejabat ini jadi tersangka karena memberikan fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) kepada sejumlah produsen raksasa sawit sehingga membuat kelangkaan sawit dalam negeri. Ujungnya minyak goreng langka.
“Dirjen Kemendag menerbitkan secara melawan hukum penerbitan ekspor CPO sehingga membuat minyak goreng langka,” ujar Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (19/4/2022)
Pejabat eselon satu ini telah menerbitkan ijin ekspor sawit yang membuat bahan baku utama minyak goreng ini langka dan sulit didapat karena diekspor.
Kebijakannya ini membuat minyak goreng langka dan mahal sehingga menyusahkan rakyat kecil. Dirjen jadi tersangka dari kalangan penyelenggara negara.
Selain pak Dirjen, Kejagung juga menetapkan tiga tersangka kasus kelangkaan minyak goreng di Indonesia lainnya dari pihak swasta, yaitu Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group berinisial SMA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia MPT; dan General Manager PT Musim Mas, berinisal PT.
Kejaksaan menduga para tersangka mengakali izin ekspor minyak goreng di Kementerian Perdagangan.
?Kelangkaan ini ironis sekali, karena Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia,?
Jaksa Agung Burhanuddin mengatakan pengungkapan ini bermula dari langka dan mahalnya minyak goreng di dalam negeri. Atas kelangkaan itu, Kemendag melakukan kebijakan Domestic Market Obligation dan Domestic Price Obligation terhadap perusahaan yang ingin mengekspor minyak sawit.
Namun, dalam pelaksanaannya perusahaan ternyata tidak mematuhi kebijakan itu, namun Kemendag tetap memberikan persetujuan ekspor. ?Atas perbuatan tersebut diduga negara mengalami kerugian,? kata Jaksa Agung.
Dia mengatakan penyidik menduga para tersangka telah melakukan komunikasi yang intensif dengan Wisnu. Dari komunikasi itu, Permata Hijau Group, PT Wilmar, PT Multimas Nabati Asahan dan PT Musim Mas bisa mendapatkan persetujuan ekspor.
Burhan mengatakan perusahaan tersebut sebenarnya tidak boleh mengekspor karena tidak melakukan penjualan dalam negeri berdasarkan harga yang telah ditetapkan pemerintah. ?Minyak yang mereka distribusikan di dalam negeri juga bukan berasal dari perkebunan inti,? kata dia.
Burhan mengatakan penyidik masih menghitung jumlah kerugian negara karena perbuatan para tersangka. Menurut dia, penyidik juga menelusuri dugaan adanya penerimaan suap atau gratifikasi untuk memperlancar keluarnya izin ekspor tersebut. (tim)