EDITOR.ID, Jakarta,- Pengamat politik dari Lemdik Phiterindo Institute for Politic Strategic Dr Urbanisasi yakin Calon Wakil Presiden yang akan mendampingi Prabowo sudah final. Sosok yang akan mendampingi Prabowo Subianto di pilpres tahun 2019 adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Kesepakatan tersebut diputuskan dalam pertemuan tertutup saat kunjungan balasan Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di kediaman Ketum Gerindra Prabowo Subianto, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (30/7/2018) siang.. Keputusan resmi SBY mencapreskan Prabowo “ditukar guling” dengan opsi politik putra sulung SBY, AHY sebagai cawapres.
“Keyakinan saya mempertimbangkan tiga faktor, pertama Partai Demokrat adalah partai urutan keempat pemenang Pemilu 2014 dan memiliki presentase kursi lebih besar di DPR sekitar lebih dari 10 persen, sehingga dalam posisi koalisi tidak mungkin Demokrat yang lebih besar persentasenya rela menyerahkan posisi Cawapres ke PKS atau PAN yang dibawah mereka atau hanya 6 persen,” ujar Doktor jebolan Universitas Hasanudin, Makassar ini di Jakarta, Selasa (3/8/2018)
Kedua, lanjut Urbanisasi, kontestasi Pilpres akan berdampak pada perolehan suara parpol yang punya jago Capres atau Cawapres. “Tidak mungkin partai Demokrat akan menyia-nyiakan peluang ini dengan mudah menyerahkan Cawapres ke parpol lain sementara Demokrat butuh sentimen positif untuk mengangkat perolehan suara di Pileg 2019,” paparnya.
Ketiga, SBY adalah the great leader politicians. “Pak SBY sangat berpengalaman dalam dunia politik, beliau memimpin Indonesia 10 tahun, beliau paham sekali bagaimana harus memainkan skenario dan strategi,” kata Urbanisasi.
Salah satu strategi jitu SBY adalah menjadikan pengumuman siapa sosok yang akan jadi Cawapresnya Prabowo akan disampaikan last minute tanggal 10 Agustus.
“Pengumuman pada tanggal 10 Agustus bagian dari strategi untuk membuat parpol koalisi yang juga berambisi ingin mencapreskan kadernya seperti PKS tidak bisa berbuat banyak, dengan waktu yang mepet maka PKS yang selama ini ngebet ingin kadernya sebagai Cawapres tidak punya waktu dan ruang lagi untuk melakukan lobi politik,” katanya.
Urbanisasi juga menduga antara Demokrat dengan PKS sebenarnya belum padu chemistry politiknya dalam berkoalisi dengan parpol pendukung Prabowo.
“Ideologi sejumlah elit Demokrat berbeda dengan elit PKS, beberapa kali pertemuan Demokrat enggan hadir misalnya ketika koalisi menggelar acara Ijtima Ulama, Demokrat tidak hadir, ini menandakan memang di intern Demokrat banyak tokoh-tokoh nasionalis yang belum nyambung dengan gaya politik PKS yang sedari awal melibatkan ulama dan agama untuk memuluskan rencana politik dan Pilpres 2019,” pungkasnya.
Dugaan Urbanisasi juga diungkap sumber di kalangan petinggi Demokrat.”Iya sudah ketok tadi. Pak Prabowo minta Mas AHY jadi cawapres,” ujar sumber tersebut sebagaimana dilansir dari Tribunnews.com
Petinggi Partai Demokrat itu menyebutkan, dipilihnya AHY sebagai cawapres pendamping Prabowo karena hitung-hitungan peta politik Pilpres 2019, di mana lawan kali ini adalah capres petahana Jokowi bersama sejumlah koalisi parpol pengusung.
AHY dinilai memiliki elektabilitas, kualitas dan kekuatan lain yang dirasa mumpuni bagi Prabowo.
Menurutnya, dalam pertemuan petinggi dari Gerindra dan Demokrat itu sempat dibahas rencana untuk deklarasi duet Prabowo-AHY, yakni setelah hari pertama pendaftaran capres-cawapres di KPU atau setelah 4 Agustus 2018. Sementara, pendaftaran, akan menunggu hingga 10 Agustus 2018 untuk menyiapkan segala sesuatunya.
“Deklarasi mungkin tanggal 5 Agustus. Tidak akan sampai tanggal 10 Agustus. Akan dipercepat. Daftarnya mungkin tetap hari terakhir. Masih digodok dulu,” ujarnya.
Dalam beberapa hari ke depan kata petinggi partai Demokrat tersebut akan ada tim dari empat partai politik yang ikut di dalam sebuah pertemuan. Di sana, tim yang sekiranya terdiri dari 100 orang itu, akan merumuskan visi dan misi untuk dibawa ke KPU.
“Tempatnya, saya belum bisa kasih tahu. Di luar Jakarta yang pasti,” tambahnya lagi.
Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani tidak menampik bahwa AHY memang masuk dalam salah satu kandidat cawapres. Kata Muzani, saat ini sudah ada beberapa nama yang sudah dikantongi Prabowo Subianto. “Ada Salim, AHY, Abdul Somad, dan satu saya lupa,” kata Muzani.
Muzani menuturkan, dewan pembina memberikan pandangan soal plus minus dari nama-nama cawapres yang sekarang berkembang kepada Prabowo. Meski demikian, pengurus DPP dan pembina menyerahkan keputusan soal cawapres kepada Prabowo.
“Jadi sekali lagi dari nama-nama itu kita sudah menyampaikan banyak pemikiran, banyak pertimbangan termasuk plus minus banyak plusnya kemungkinan sedikit minusnya dan seterusnya,”ujar Muzani.
Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria membenarkan bahwa pertemuan SBY-Prabowo membahas kelebihan AHY yang menjadi kandidat cawapres Prabowo di Pilpres 2019.
“Fokus dengan Demokrat. Satu, tentu membahas kondisi bangsa hari ini dan ke depan. Kedua, tentu membahas koalisi. Ketiga, pasti juga membahas cawapres,” kata Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (20/7/2018).
Riza mengatakan partainya ingin mendengar gagasan dan masukan PD terkait bangsa ke depan. Selain itu, masukan terkait koalisi ingin didapatkan dari PD, khususnya SBY.
“Bahkan nilai tambah dari AHY, kita ingin dengar, selama ini disampaikan AHY punya segmen pasar pemilih pemula, pemilih muda, pemilih milenial, cerdas, pintar, ganteng, itu kan selama ini disampaikan. Nanti kan di dalam diskusi kan berkembang, apa sih nilai plus kehadiran AHY kalau jadi cawapres,” tuturnya.
Hal itu, kata Riza, sebagaimana juga didiskusikan dengan calon koalisi lainnya, seperti PKS dan PAN. Menurut dia, kelebihan-kelebihan cawapres yang diusulkan parpol dibicarakan.
Kadiv Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean saat dikonfirmasi terkait hal tersebut menegaskan bahwa tidak ada sama sekali SBY menawarkan AHY untuk mendampingi Prabowo Subianto sebagai cawapres.
“Saya salah satu orang yang sering berdiskusi dengan pak SBY terkait arah politik dan kebijakan politik Demokrat. Tidak pernah satu kalipun SBY menyatakan atau berkata agar AHY menjadi cawapres dan bahkan disosorkan ke capres-capres yang ada. Ia juga meminta kader Demokrat untuk tidak memaksakan kehendak kepada AHY,” tutur Ferdinand.
Ketua Majelis Syuro PKS, Salim Segaf Al-Jufri, usai pertemuan dengan Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono menjelaskan, nama cawapres masih akan dibahas terlebih dahulu. Pembahasan mengenai hal itu masih akan terus berlanjut.
“Untuk capres sudah ada, yaitu Pak Prabowo. Tapi, siapa cawapresnya masih akan kami bahas dulu,” ujarnya.
Kendati demikian, dia mengatakan sudah ada nama yang direkomendasikan oleh Ijtima Ulama, yakni nama dirinya sendiri dan Ustaz Abdul Somad. “Bagaimanapun, kita berempat. Masih ada sebelas hari untuk membahas ini,” ucap dia.
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengatakan apabila benar Prabowo akan berduet dengan AHY maka saat pilpres nanti diprediksi duet tersebut akan menemui kesulitan menang.
Alasannya, AHY tidak memiliki basis elektoral yang baik. Sedangkan Prabowo, kata dia, memiliki elektabilitas yang relatif kecil dengan angka 20-an persen. Angka tersebut masih jauh di bawah Jokowi yang punya elektabilitas 50-an persen.
“Jadi disparitas dengan pak Jokowi pun terlalu jauh,” kata pendiri Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) ini. Memang kata dia, dalam politik semuanya bisa saja terjadi, termasuk menang dalam Pilpres 2019. Tapi jika mau dinilai melalui acuan analisa politik, sangat sulit duet Prabowo-AHY memenangkan pertarungan politik 2019.
“Menang sih masih ada, tapi sangat kecil. Karena Prabowo-AHY ini akan sangat sulit sekali untuk menghadapi Jokowi dengan siapa pun pasangannya,” katanya. (tim)