EDITOR.ID, Surabaya,- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir tidak main-main lagi dengan kalangan akademisi yang secara diam-diam menebarkan paham radikal. Menteri Nasir bahkan mengancam tak segan-segan akan memecat sang dosen yang mengajarkan radikalisme.
Nasir mengaku sudah memecat seorang dekan dan tiga dosen di Institut Teknologi Sepuluh November yang diduga kuat menebar radikalisme.
Mantan Rektor Universitas Diponegoro ini menyatakan akan menindak tegas pemimpin perguruan tinggi yang gagal membendung atau menyebar radikalisme di kampus. Sanksi bisa sampai pemecatan hingga diproses secara hukum.
Ia mengatakan, benih radikalisme di pendidikan tinggi terjadi sejak awal tahun 1980, saat pemerintah menerapkan Normalisasi Kehidupan Kampus/ Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK). Kebijakan tersebut menimbulkan kampus terbebas dari panggung politik tetapi mulai disusupi kegiatan yang menebar paham-paham baru yang eksklusif.
“Jadi radikalise di kampus tak hadir begitu saja. Sudah lama dan saya minta rektor terus memantau. Jika ditemukan indikasi (kegiatan) radikal, segera tindak dan lapor ke polisi,” ujar Nasir di Hotel Sari Pan, Jakarta, Senin (14/5/2018)
Ia mengaku berempati terhadap kejadian pemboman di Surabaya, dan setiap kampus harus menjadi gerbang utama penangkalan radikalisme.
“Terorisme tidak ada hubungannya dengan agama apapun. Kalau sudah diduga dan terbukti ada dosen dan mahasiswa yang melenceng ke arah terorisme, laporkan segera ke kepolisian,” katanya menegaskan.
Nasir menuturkan, pencegahan radikalisme di kampus bisa dilakukan dengan memperketat pengawasan organisasi kegiatan mahasiswa dan pembinaan terhadap dosen.
Pasalnya, radikalisme di kampus berkembang bukan pada mahasiswa, tetapi pada sivitas akademika kampus, seperti dosen dan tenaga kependidikan lainnya.
“Saya besok akan mengumpulkan 82 rektor untuk membahas peningkatan pengawasan radikalisme di kampus,” ucapnya.
Nasir menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban dan mengecam aksi teroris yang terjadi di berbagai tempat di Surabaya. Ia mengatakan, teror yang menimbulkan korban jiwa tersebut merupakan tindakan biadab dan tak bertanggung jawab.
Kecaman Forum Rektor
Forum Rektor Indonesia (FRI) mengecam tindakan teror yang terjadi di Mako Brimob dan Surabaya.
Ketua FRI, Dwia Aries Tina Pulubuhu, menuturkan bahwa perguruan tinggi harus selalu mendahulukan kebersamaan dalam berbangsa dan bernegara. Warga kampus harus menjadi teladan dalam kehidupan politik, sosial, budaya dalam koridor NKRI.
“FRI siap untuk bekerja sama dengan semua pihak yang menginginkan perdamaian, ketenangan, dan keselamatan NKRI. Kejadian menyedihkan ini pertanda bahwa radikalisme yang biadab ini masih ada di Indonesia,” kata Dwia. “Padahal perilaku sadis atas dalih apapun sangat merusak hubungan kemanusiaan dan keluar dari perilaku bangsa Indonesia yang beradab.”
Ia menyatakan, Forum Rektor Indonesia mendorong penuh aparat utuk bertindak tegas melawan terorisme.
“Kami meminta semua pemuka agama, tokoh masyarakat, dan pemimpin kampus untuk selalu menabur benih dan mengajarkan kebaikan, perdamaian, serta toleransi. Ingat Indonesia mempunyai ideologi Pancasila yang baik untuk hubungan dengan Tuhan secara vertikal dan hubungan dengan sasama manusia secara horizontal,” ujar Rektor Universitas Hassanudin Makasar ini. (tim)