EDITOR.ID, Jember, – Setelah melihat kondisi pemerintahan di kabupaten Jember beberapa hari terakhir ini seakan ada pembusukan mekanisme pengangkatan dan penempatan ASN sebagai pejabat.
Hal ini diungkap oleh pemerhati birokrasi dan kebijakan Drs.Surapati yang juga alumni Universitas Negeri Jember.
Surapati mengatakan bahwa Bupati melakukan aktivitas penempatan ASN tidak menggunakan aturan-aturan sebagai acuan. Cenderung tidak koordinasi dengan dinas kepegawaian serta biro hukum. Terkesan tidak lebih baik dari pendahulunya.
“Fungsi lembaga kedinasan, seakan kalah dengan arogansi Bupati,” ujarnya.
Seperti kita ketahui, penunjukan 631 Pelaksana Tugas (Plt) yang dibacakan Jumat, 12 Maret 2021, itu telah melanggar Surat Edaran BKN (Badan Kepegawaian Negara) Nomor 1/SE/I/2021 Tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas dalam Aspek Kepegawaian.
Pasalnya, Bupati Ir H Hendy Siswanto dalam menunjuk pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jember, mem-Plt-kan seluruh pejabat, termasuk pejabat definitif. Padahal, penunjukan Plt itu harus pada jabatan yang kosong dan/atau jabatan yang berhalangan sementara atau tetap.
“Disini saya melihat Bupati seakan menempatkan dirinya sebagai Bos Perusahaan,” tutur Surapati yang saat ini sebagai Sekjen Kauje.
Bupati Hendy beralibi, ini merupakan konsekuensi-logis dari diberlakukannya Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) 2021, jelas alasan ini tak berpijakan pada dasar hukum yang kuat.
Dalam UU Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara, UU Nomor 30/2Ol4 tentang Administrasi Pemerintahan, dan Peraturan Pemerintah Nomor I I Tahun 2OI7 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2O2O, tim demesioner tak ditemukan sama sekali,? sebab sejatinya, birokrasi merupakan aparatur negara yang tak punya masa jabatan dan keberadaanya selalu ada, tak peduli dengan suksesi kepemimpinan daerah.
“Sebenarnya UU ASN adalah semangat untuk membebaskan birokrasi dari tekanan politik, menghindari dari like and dislike dalam mengangkat, memindah dan memberhentikan pejabat. Birokrasi diharapkan netral, profesional serta tegak lurus pada peraturan perundang-undangan yang ada,” papar Surapati yang juga seorang mantan aktifis GMNI Unej ini.
Lebih lanjut Surapati mengatakan bahwa Bupati Hendy, bukan hanya gagal menangkap semangat UU ASN di atas, dan telah nyata-nyata merugikan hak ASN di Kabupaten Jember. Dengan mem-Plt 631 jabatan, maka ratusan pejabat kehilangan tunjangan jabatan. Dimana, untuk Eselon 2, tunjangan jabatannya Rp 2 juta, Eselon 3 Rp 1,250 juta dan Eselon 3 sebesar Rp 750 ribu.
Dalam SE BKN tersebut, tegas tegas termaktub ketentuan, “Pelaksana Harian dan Pelaksana tugas bukan jabatan definitif, oleh karena itu Pegawai Negeri Sipil yang diperintahkan sebagai Pelaksana Harian atau Pelaksana Tugas tidak diberikan tunjangan jabatan struktural sehingga dalam surat perintah tidak dicantumkan besaran tunjangan jabatan,” jelasnya.
“Pengangkatan sebagai Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas tidak boleh menyebabkan yang bersangkutan dibebaskan dari jabatan definitifnya dan tunjangan jabatannya tetap dibayarkan sesuai dengan jabatan definitifnya,” lanjutnya.
Jadi, bupati sebagai pembina kepegawaian, nyata-nyata Dalam petikan salah satu Surat Perintah Pelaksana Tugas, dengan sengaja Bupati Hendy menghilangkan kolom “Jabatan” dan kalimat “…di samping jabatannya sebagai..”
Padahal, keberadaan kolom jabatan dan kalimat tersebut pada lampiran SE BKN, Bupati Hendy tinggal mencontoh dan mengisi kolom yang kosong tanpa menambah atau mengurangi dalam Surat Perintah (SP) tersebut.
“Bupati Hendy bukan hanya melakukan kelalaian dalam menunjuk Sukardi yang sakit sebagai Plt Camat Tanggul, atau Samsiati yang pensiun sebagai Plt Kasi Pelayanan Kecamatan Tanggul, atau Dian Ambarwati yang meninggal dunia sebagai Plt Kasub Keuangan Dinas Koperasi. Akan tetapi lebih dari itu melanggar SE BKN dan menghilangkan hak ASN dalam menerima tunjangan jabatan,” pungkas Surapati. (Tim)