“Saya maunya kayak Pecel Lele Tenda buka outlet, buka aja. Gak usah ada acara macem-macem, promo macem-macem. Kita test orang datang apa gak,”kata Ahmad, di Pamulang, Tangsel, Rabu (23/11/2022)
Menurut Ahmad, kalau dari marketing mix 4P. Sambel Bu Nik hanya mengandalkan 2P saja yakni: Product dan Place, sambel rampainya beserta pilihan 25 lauk yang bikin “lapar mata” dan pilihan lokasi outlet yang strategis.
“Lokasinya jangan sampai salah, kalau ada lokasi bagus, saya akan bayarin berapapun harga sewanya, karena gak mungkin lokasi bagus harganya murah dan gak mungkin murah lokasi yang bagus,” tegas Ahmad.
Sedangkan price dijadikan “gimmick” saja dengan menuliskan di spanduknya “mulai Rp. 10.000” yang memberikan kesan murah. Nyatanya hampir tak ada pelanggan yang memanfaatkan menu Rp 10.000-an itu, entah karena “laper mata” atau gengsi karena sajiannya yang prasmanan.
“Saya perhatikan selama sebulan ini, pelanggan awalnya masuk kebanyakan terprovokasi oleh kata Sambel Bu Nik Rp 10.000 dan terlihat ramai dengan parkiran penuh,” tuturnya.
Berbeda dengan resto lainnya, Sambil Bu Nik menyajikan 25 macam lauk terutama ikan asin. Anda juga akan disuguhkan atraksi pegawai nguleg sambal.
Untuk menjaga standar kualitas produk dan layanan, sudah betul pilihan Sambel Bu Nik dengan sistem kemitraan swakelola. “Dimana investor tidak terlibat dalam pengelolaan bisnis,100% bisnis dikelola manajemen Sambel Bu Nik,” ujarnya.
Investor tinggal menikmati bagi hasil 50 persen dari nett profit setiap bulannya. Bagaikan punya deposito di bank, tinggal nunggu transferan masuk ke rekening.
“Saya yakin dengan dukungan manajemen operasional yang kokoh, dan dengan leadership yang “steady” Sambel Bu Nik akan melaju bukan hanya kencang namun konsisten dengan ekspansi cabang yang terukur. Hanya 1 cabang dalam 1 bulan dan sementara hanya fokus di Jabodetabek,” ujar Ahmad.
Ahmad sangat menyadari, tentu saja di setiap bisnis ada risikonya. Kalau pun tidak mencapai target, manajemen dan investor akan memindahkan lokasi usahanya ke lokasi yang lebih prospek dengan sistem gotong royong.
Ini jarang ada di sistem kemitraan manapun, biasanya kalau rugi dan mau pindah lokasi itu urusan mitra, pemilik merek gak mau tahu.
“Manajemen Sambel Bu Nik juga cukup berhati-hati karena hanya sebagian outlet yang akan dilepas kepemilikannya ke investor. Sebagian besar outlet dimiliki sendiri. Ini tentunya strategi cerdas untuk mengamankan keberlanjutan bisnis dan “bergaining power” dengan investor,” terang Ahmad.
Kalau manajemen punya outlet sendiri dalam jumlah banyak maka mitra investor akan lebih percaya dan tenang. Berarti pemilik merek sangat yakin dengan prospek bisnisnya.