Jakarta, EDITOR.ID,- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sedang ditimpa ujian berat di pemerintahan saat ini. Satu persatu elit partai dan orang kepercayaan Ketum Megawati Soekarnputri berurusan dengan hukum dan korupsi. Usai Sekjennya Hasto Kristiyanto dijadikan tersangka kasus korupsi suap Harun Masiku ke KPU. Kini giliran tangan kanan Megawati yang juga politisi senior PDIP Yasonna Laoly yang dicekal berpergian ke luar negeri.
KPK mencegah mantan Menteri Hukum dan HAM era Presiden Joko Widodo itu bersama Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ke luar negeri. Pencegahan Yasonna Hamonangan Laoly (YHL) dan Hasto berkaitan dengan kasus suap tersangka Harun Masiku.
“Bahwa pada tanggal 24 Desember 2024, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1757 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian ke Luar Negeri terhadap 2 (dua) orang warga negara Indonesia, yaitu YHL dan HK,” kata jubir KPK Tessa Mahardhika, dalam keterangan resminya, Rabu (25/12/2024).
Tessa mengatakan pencegahan ke luar negeri terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi. KPK membutuhkan keterangan untuk proses penyidikan.
“Keputusan ini berlaku untuk 6 (enam) bulan,” katanya.
Pemeriksaan Terkait Suap PAW
Sebelumnya, KPK telah memeriksa Yasonna sebagai saksi kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dengan tersangka Harun Masiku (HM). KPK mendalami soal dokumen surat mengenai permohonan fatwa Mahkamah Agung (MA).
“Yang bersangkutan dimintai keterangan dan pengetahuannya atas surat dari DPP PDIP, kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia perihal permohonan fatwa MA terhadap penafsiran yang berbeda oleh KPU terkait pandangan atau tindak lanjut atas suara caleg yang meninggal dunia,” kata Tessa, di gedung KPK, Jakarta, Kamis (19/12) sebagaimana dilansir dari detikcom.
Adapun Yasonna mengaku dicecar penyidik terkait permintaan fatwa yang diajukannya kepada Mahkamah Agung (MA).
“Ada surat saya kirim ke Mahkamah Agung untuk permintaan fatwa tentang keputusan Mahkamah Agung Nomor 57. Kami minta fatwa karena di situ ada perbedaan tafsir antara KPU dan DPP tentang suara caleg yang meninggal,” kata Yasonna di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2024).
Yasonna mengatakan permintaan fatwa ke MA terkait posisi pergantian caleg terpilih yang meninggal dunia. Dia menyebut ada perbedaan sudut pandang antara KPU dengan DPP PDIP. Dia menyebut pengajuan itu dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPP PDIP.
“Inti pokoknya sebagai Ketua DPP saya mengirim surat permintaan fatwa ke Mahkamah Agung karena waktu proses pencalegan itu ada tafsir yang berbeda setelah judicial review ada keputusan Mahkamah Agung Nomor 57 dan DPP mengirimkan surat tentang penetapan caleg, kemudian KPU menanggapi berbeda,” ujar Yasonna.