Karena itu, ada tim koneksitas terkait peradilan koneksitas militer dan sipil, dan KPK tidak berwenang menetapkan tersangka melainkan menjadi kewenangan tim koneksitas.
“Berdasarkan KUHAP, KPK hanya berhak mengumpulkan data terhadap pelanggaran saja, atau melakukan penyidikan. Hasil penyelidikan dan penyidikan dari POM TNI tidak bisa digunakan oleh KPK sebagai data dalam peradilan koneksitas,” kata Choirul Huda, dalam keterangan di sidang sehari sebelumnya (7/11). (dil/jpnn)
Sebagaimana diketahui Irfan Kurnia Saleh, tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan helicopter AW 101 Tahun 2016-2017 mengajukan praperadilan terhadap KPK di PN Jakarta Selatan. Melalui kuasa hukumnya dari Maqdir Ismail & Partners, Irfan meminta pengadilan menyatakan penyidikan yang dilakukan KPK tidak sah.
Direktur PT Diratama Jaya Mandiri itu mempersoalkan penyidikan yang dilakukan KPK karena seharusnya kasus ini ditangani secara koneksitas. Sejauh ini yang ditetapkan sebagai tersangka bukan hanya sipil seperti Irfan, tetapi juga dari kalangan militer. POM TNI telah menetapkan Marsda SB, Marsma FA, Kol FTS, Letkol WW, Pelda SS sebagai tersangka.
Pemohon praperadilan menilai tindakan penyidikan yang dilakukan KPK tak sesuai peraturan perundang-undangan. Apalagi dalam proses penanganan perkaranya belum ada Surat Keputusan Bersama Menteri Pertahanan dengan Menteri Hukum dan HAM mengenai penanganan perkara ini secara koneksitas.
Berdasarkan Pasal 89 ayat (1) KUHAP, tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperikda dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
Ayat (2) pasal yang sama menyebutkan penyidikan perkara koneksitas dilaksanakan oleh suatu tim tetap yang terdiri dari penyidik yang dimaksud Pasal 6 KUHAP dengan POM TNI dan Oditur Militer atau Oditur Militer Tinggi sesuai dengan wewenang mereka masing-masing. Tim dimaksud dibentuk melalui SKB Menteri Pertahanan dan Menteri Hukum dan HAM. (tim)