Jakarta, EDITOR.ID,- PT Garuda Indonesia mengalami kerugian yang memprihatinkan. Pada semester I-2017, BUMN bidang penerbangan itu mencatat kerugian bersih sebesar 282 juta dollar AS atau Rp 3,7 triliun. Entah apa penyebab kerugian yang diderita maskapai yang menguasai pasar di tanah air di semua rute penerbangan.
Jumlah kerugian itu naik dibandingkan data periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 826,6 miliar. Kerugian yang penuh tanda tanya ini menjadi sorotan tajam sejumlah Anggota Komisi VI DPR.
Anggota dewan mendesak Menteri Keuangan mengevaluasi kinerja manajemen perusahaan pelat merah yang berdiri sejak lama ini. Kenapa maskapai dengan jumlah rute penerbangan terbanyak itu terus mengalami kerugian hingga semester I-2017.
Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mewakili Menteri BUMN dalam rapat kerja dengan Komisi VI berjanji akan menindaklanjuti sorotan Komisi VI itu dengan memeriksa kerugian yang dialami oleh Garuda Indonesia.
“Kalau keputusan investasi salah akan timbul kesalahan serius,” ujar Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi VI di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (30/8/2017).
Pemerintah memastikan akan menelisik lebih dalam penyebab utama kerugian Garuda Indonesia apakah kerena faktor kalah bersaing atau karena salah dalam tata kelola perusahaannya.
“Kalau (masalahnya ada) difundamental tata kelola, tentu akan kami kelola lebih baik lagi,” kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Selain itu, Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa akibat kerugian itu, Garuda Indonesia dipastikan tidak akan menyetor dividen kepada negara pada 2018.
Namun Garuda Indonesia bukan satu-satunya sebab masih ada 20 BUMN lainnya yang juga sedang mengalami kerugian dan dipastikan tidak akan membayar dividen.
BUMN yang mengalami kerugian yaitu PT Garuda Indonesia, Perum Bulog, PT Krakatau Steel, PT PAL, PT Dok Perkapalan Surabaya, PT Indofarma, PT Balai Pustaka, PT Boma Bisma Indra, Perum PEN, dan PT Berdikari.
Adapun kategori kedua terdiri dari 11 BUMN yakni PT Nindya Karya, PT Merpati Nusantara Airlines. PT Kertas Kraft Aceh, PT Survey Udara Penas, PT Industri Sandang Nusantara, PT Iglas, PT Kertas Leces, PT Djakarta Lloyd, PT Istaka Karya, PT Varuna Tirta Prakarsya, dan PT Primissima. (tim)