Asri Hadi Dapat Kado Istimewa Buku Tentang Sosok Buya Syafii Maarif dari Penulisnya, Utami Dewi

Buku ini pada Sabtu (1/6/2024) bertepatan dengan Hari Peringatan Kelahiran Pancasila dilaunching oleh sang penulisnya di Kafe dan Galery Buku, Nathan di bilangan Jalan Cisanggiri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Acara launching dihadiri banyak tokoh diantaranya pengamat politik UI Fachri Ali, wartawan senior Nasir Tamara.

Ketua Dewan Redaksi EDITOR.ID, Asri Hadi juga berkesempatan ikut menghadiri bedah buku Buya Ahmad Syafii Maarif yang ditulis dan testimoni Syaefudin Simon dan Swary Utami Dewi. Asri Hadi mendapat hadiah buku Buya Syafii Maarif yang langsung ditandatangani oleh penulisnya Swary Utami Dewi.

Tapi semua proses berikutnya tetap bisa berjalan. Ada kritik terhadap survei, politik uang, bantuan sosial, cawe-cawe dan lain-lain. Banyak pokoknya. Bikin gemas dan cukup melelahkan. Ada pula serangkaian sidang di MK yang hasilnya diputuskan dengan perbedaan pendapat di antara para Hakim Konstitusi. 5:3.

Akhirnya, ada pengesahan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang pasangan Presiden dan Wakil Presiden yang menang Pemilihan Presiden. Selanjutnya, masih “wait and see” seraya terus berharap adanya kebaikan dan perbaikan untuk negeri ini.

Begitulah Buya… Hal-hal kontroversial di luar nalar banyak membuat Tanah Air bergetar, disertai kegamangan dan kecemasan. Para guru besar dan akademisi serta kelompok-kelompok masyarakat madani gencar bersuara. Aku sendiri ikut aktif di beberapa kegiatan untuk mengulik isu-isu terkait. Kadang rasanya lelah, Buya. Tapi Buya pernah mengatakan, “Jangan pernah lelah untuk berbuat kebaikan.”

Jadi Buya, meski bagi orang-orang tertentu ada isu yang dianggap hilang sesaat, atau tak masalah, bagiku tetap ada hal yang harus jadi perhatian bersama. Soal etika, integritas dan trust. Juga ada soal korupsi. Aku terbayang, entah bagaiman murkanya Buya jika tahu tak masuk akalnya korupsi yang terbongkar akhir-akhir ini.

Ada yang hingga 271 triliun. Konon, ada yang lebih dari itu. Dan banyak yang dilakukan dengan cara mengacak-acak sumber daya alam Indonesia. Padahal, dalam konstitusi disebutkan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah untuk kesejahteraan rakyat”; Bukan untuk diacak-acak, bukan untuk segelintir orang yang serakah.

Dan ini bukan yang pertama, Buya. Di sana-sini masih banyak yang ilegal-ilegal serupa, yang anehnya kerap menjadi ajang pamer-pamer di media sosial tanpa malu-malu. Ah, aku jadi teringat Buya yang selalu memberi keteladanan tentang kesederhanaan. Sifat zuhud dan sederhana Buya memang susah dicari tandingannya.

Oya Buya, tentang korupsi ini, aku ingat banyak tulisan dan pernyataan Buya yang mengkritik keras tindak korupsi. Sewaktu ada upaya melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Buya bersuara lantang. “KPK itu wajib dibela, diperkuat, tetapi KPK itu bukan suci. Harus diingat kalau KPK tidak suci, tetapi ketika akan ada yang melemahkan, KPK wajib dibela.” Demikian kurang lebih Buya berkata. Tahukah Buya, sejak itu lembaga tersebut memang makin jadi catatan dan kritik banyak pihak. Entah ke mana gaungnya kini.

Buya, terkadang aku berbincang dengan pengemudi online, yang mengeluhkan tentang harga-harga yang semakin naik, termasuk sembako. Jika sudah naik, maka susah turun. Maka ada seorang supir yang bercerita, untuk makan, yang dilakukannya adalah dengan menyantap menu sederhana itu-itu saja. Rasa bosan terhadap menu yang sama berhari-hari dikalahkan oleh keharusan makan untuk bertahan hidup. Bagaimana dengan masyarakat lain yang tidak punya sandaran hidup ya, Buya? Ah, entahlah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: