“Itu tidak hanya pada satu momen. Karena itu, orang ini dijerat TPPU [tindak pidana pencucian uang,” kata Fickar.
“Artinya kalau dia punya usaha, di balik kegiatan usahanya itu ada penyamaran hasil kejahatan, hasil yang ilegal menjadi legal,” sambungnya.
Senada dengan Abdul Fickar Hajar, pengamat kepolisian dan hukum pidana dari ISESS Bambang Rukminto menegaskan PPATK tak mungkin memblokir rekening seseorang tanpa dasar yang kuat.
Bambang mendesak polisi wajib menyelidiki temuan PPATK terkait pengusaha asal Surabaya tersebut. Pasalnya, menurut Bambang, PPATK tak mungkin memblokir rekening seseorang tanpa ada indikasi kuat yang mengarah pada pencucian uang.
“Jangan sampai informasi pelanggaran hukum lainnya ini malah menguap dan tidak dituntaskan karena itu akan jadi blunder, polisi akan dianggap melindungi Ivan,” ungkap Bambang Rukminto pada Minggu (17/11).
“PPATK bisa disomasi kalau itu tidak benar, jadi pasti tidak sembarangan memblokir rekening seseorang, pasti ada aliran dana yang dicurigai,” kata Bambang.
Menurutnya, polisi semestinya bisa proaktif mengusut temuan PPATK itu tanpa perlu ada yang melaporkan.
“Polisi bisa membuat laporan model A berdasarkan temuan PPATK, enggak perlu menunggu ada pelapor,” kata Bambang.
“Tinggal bagaimana komitmen kepolisian untuk menindak lanjuti dalam penyelidikan juga membukanya secara transparan.” pungkasnya.
Sebagaimana diberitakan Ivan Sugianto merupakan pengusaha hiburan malam yang ditahan karena menyuruh seorang siswa SMA untuk sujud dan menggonggong. Tak hanya terseret kasus intimidasi siswa, Ivan kini juga terindikasi terlibat judi online sehingga rekeningnya diblokir oleh Pusat Penelitian dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Sosok Ivan Sugianto menjadi sorotan warganet setelah videonya saat membentak siswa SMA bernama EN viral di media sosial.
Ivan Sugianto disebut tak terima dengan lelucon “rambut seperti pudel” yang diutarakan oleh EN, siswa SMA Kristen Gloria 2, kepada anaknya yang merupakan siswa SMA Cita Hati Surabaya.
Ivan Sugianto kemudian mendatangi sekolah EN, lalu menyuruh EN meminta maaf dengan cara sujud dan menggonggong. Cara ini, menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), “arogan” serta “merendahkan martabat anak”.
Kasus itu kemudian dilaporkan ke polisi oleh SMA Kristen Gloria 2. Polisi lalu menangkap Ivan Sugianto pada Kamis (14/11/2024) di Bandara Juanda Surabaya. Ivan Sugianto sempat menyampaikan permintaan maaf atas tindakannya melalui pesan video. Saat itu, dia menyatakan akan menyerahkan diri ke Polrestabes Surabaya. (tim)