Oleh : Markus Wauran
Penulis Adalah Wakil Ketua Dewan Pendiri HIMNI, Pemerhati Masalah Nuklir
EDITOR.ID, Salah satu kehebatan Presiden Pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno (Bung Karno) ialah mendapat gelar DR HONORIS CAUSA sebanyak 26 gelar, 19 gelar dari Universitas berbagai Negara, dan 7 gelar dari dalam negeri.
Gelar yang diperoleh ini dari berbagai macam cabang ilmu, seperti hukum, politik, ilmu kemasyarakatan, tehnik, filsafat, Agama, dan lain-lain
Satu-satunya Presiden/Kepala Negara diseluruh dunia yang memiliki sebanyak gelar tersebut yang sampai saat ini belum ada yang menandinginya.
Pada 17 Mei 1956, Presiden Soekarno bertemu dengan Presiden AS Dwight David Eisenhower di Washington atas undangan Presiden Eisenhower sendiri. Disinyalir, pembicaraan waktu itu tersinggung juga soal keinginan Presiden Soekarno untuk membangun Reaktor Nuklir di Indonesia.
Hal ini berkaitan dengan Pidato Presiden Eisenhower di depan Sidang Majelis Umum PBB 8 Desember 1953 dengan judul ATOM FOR PEACE. Tindak lanjut dari Pidato tersebut, Presiden Eisenhower membuat program pembangunan nuklir untuk tujuan damai di AS antara lain membentuk Tim yang terdiri dari sekelompok ilmuwan muda yang diketuai oleh Edward Teller yang kemudian membangun Reaktor Triga Mark di San Diego.
Kata Triga adalah singkatan dari Training, Research, Isotope, General Atomics. Reaktor Triga adalah Reaktor yang berfungsi Training, Research, produksi Isotop yang dibuat oleh perusahaan AS General Atomics, pimpinan Frederic Hoffman. Reaktor ini dibangun musim panas thn 1956 dan diressmikan thn 1958.
Pada 9 April 1961, Presiden Soekarno meresmikan peletakan batu pertama pembangunan Reaktor Atom (yang kemudian dalam perkembangan kata Atom diganti dengan kata Nuklir) di Bandung yaitu Reaktor Triga Mark hasil kerjasama dengan AS.
Dalam kesempatan ini Presiden Soekarno menyatakan bahwa Reaktor Atom ini untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Juga kita tidak hanya terbatas untuk menguasai atom tetapi juga ruang angkasa.
Pada saat peresmian beroperasinya Reaktor Tri Mark ini pada 27 Pebruari 1965, Presiden Soekarno berpesan agar kita melanjutkan pembangunan reaktor atom ini di masa-masa yang akan datang demi kesejahteraan rakyat.
Amanat Strategis Bung Karno
Amanat strategis Bung Karno ini dilanjutkan secara signifikan oleh penerusnya Presiden Soeharto. Lepas dari sikap Soeharto kepada Soekarno dan sebaliknya sikap pengagum Soekarno kepada Soeharto, juga sikap pro-kontra kita kepada Soeharto.
Namun harus diakui di era Orde Baru dengan sosok sentralnya Soeharto, program nuklir Bung Karno diterjemahkan sangat mengesankan dengan berbagai prestasi menonjol (dibandingkan dengan Presiden-presiden berikutnya disebabkan karena waktu pemerintahannya sangat pendek).
Mulai dari pembangunan peraturan per-undang-undangan, pembangunan kelembagaan (Lembaga Atom, BATAN, BAPETEN) dan penyiapan SDM.
Kemudian pembangunan 4 kawasan nuklir yang terletak di Bandung, Yogya, Serpong dan Pasar Jumat Jakarta dimana didalamnya terbangun berbagai fasilitas nuklir untuk berbagai tujuan, terbangunnya Reaktor Nuklir Kartini di Yogyakarta (1979) dan Reaktor Siwabessy di Serpong (1987), dengan semua operator reaktor ini ditangani oleh putra-putra terbaik bangsa.
Nuklir di Era Soeharto Jadi Fokus Pengembangan
Demikian pula pada jaman Soeharto, aplikasi nuklir baik bidang pertanian, peternakan, kesehatan, lingkungan, industri, dan lain-lain berkembang baik sampai saat ini, kecuali energi nuklir melalui pembangunan PLTN, belum terealisir.
Namun sikap Soeharto untuk pembangunan PLTN sangat jelas melalui pidatonya saat peresmian Instalasi Radiometalurgi serta Instalasi Keselamatan dan Keteknikan Reaktor 12 Desember 1990 di Puspitek Serpong yang antara lain mengatakan ?hasil penelitian menunjukan sekitar 25 tahun yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Jawa, pengerahan semua sumber daya yang ada, seperti air, panas bumi, gas alam dan batubara tidak akan mencukupi.
Karena itu mulai sekarang kita perlu memikirkan untuk membangun PUSAT LISTRIK TENAGA NUKLIR. Penggunaan tenaga nuklir memang mengandung risiko. Risiko itu selalu ada dalam penggunaan teknologi manapun.
Dengan membuat perencanaan secara cermat, khususnya yang menyangkut factor keamanan, kita tidak perlu ragu dalam menerapkannya. Dalam kehidupan acapkali kita harus berani menghadapi risiko yang telah kita perhitungkan, karena risiko juga merupakan tantangan.
Hanya bangsa yang mampu menghadapi tantangan yang akan mampu menjadi bangsa maju. Lagi pula dewasa ini perkembangan teknologi nuklir telah demikian maju sehingga apabila semua unsur keamanan diperhatian, risiko terjadinya kecelakaan sangat kecil.?
Bagaimana dengan Presiden Jokowi (selanjutnya disebut Jokowi), yang dijuluki sebagai titisan Bung Karno.
Jokowi juga pengagum Bung Karno, bahkan saat terpilih pertama kali sebagai Presiden RI tahun 2014 yang lalu.
Jokowi adalah sosok Presiden satu-satunya yang nyalinya berani langsung menempati tempat tidur Bung Karno di Istana Merdeka. (dimana tidak ada satu Presidenpun sebelum Jokowi menempati kamar tsb termasuk Presiden Megawati karena kamar tsb aura mistiknya sangat kental).
Apa kalah dengan Soeharto dalam meneruskan program nuklir dari Bung Karno.
Era Jokowi
Dalam era Kepemimpinan Jokowi sebagai Presiden, pembangunan PLTN, masih terus dihadapkan kepada wacana dengan pemunculan berbagai aturan yang tenggelam dalam kata-kata: melanjutkan studi, kajian, penelitian, dan seterusnya dengan berbagai skenario.
Sedangkan penilaian berbagai pihak, Indonesia sudah siap membangun PLTN.
Karena itu timbul pertanyaan:
- Apakah ada kelompok diluar pemerintahan yang begitu kuat menekan Jokowi?
- Apakah ada kelompok didalam pemerintahan yang nota bene politisi sekaligus pengusaha yang menghalangi Jokowi?
- Apakah ada persaiangan yang begitu kuat dari para vendor PLTN yang membuat Jokowi ragu dan bingung?
- Apakah ada kekhawatiran dari luar dimana ada ketakutan Indonesia akan menjadi Negara Islam yang kemudian menyalahgunakan pembangun nuklir untuk membuat senjata nuklir seperti negara lain?
- Apakah ada Mafia yang begitu kuat sehingga membuat Jokowi tidak berdaya?
- Apakah ada kekhawatiran dari pihak vendor dimana jika Indonesia telah memiliki PLTN, dikhawatirkan para tenaga ahli Indonesia akan mampu untuk merancang PLTN buatan sendiri?
Atau ada factor X yang kita semua tidak ketahui?
Namun apapun alasan dan tantangannya, Jokowi masih memiliki kesempatan dan kekuatan untuk segera membangun PLTN atas dasar pertimbangan sebagai berikut:
Saat memberi kuliah umum di Lemhanas, Jakarta pada 28 Mei 2015, Ketua Umum DPP-PDIP Megawati Soekarnoputeri antara lain mengatakan mendorong adanya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir(PLTN) di Kalimantan karena dianggap kawasan paling aman dari gempa bumi dan gunung api. Lanjut dikatakan bahwa saya mengatakan ke Presiden Jokowi untuk membangun sea wall reaktor untuk PLTN di Kalimantan guna melindungi reaktor.
Jokowi mendapat dukungan penuh dari mayoritas mutlak kekuatan politik baik yang terwakili di DPR maupun MPR, disamping Megawati sebagai Bos Utama dari partai pendukung yaitu PDIP, partai kekuatan terbesar dibandingkan dengan parpol yang lain, sehingga keputusan Jokowi untuk membangun PLTN secara politik pasti didukung. Disisi lain Jokowi memiliki pendukung utama lainnya yaitu TNI dan POLRI.
Sebagai pendukung TRISAKTI Bung Karno, dimana salah satu saktinya KEMANDIRIAN EKNOMI, maka untuk mewujudkan kemandirian ekonomi, kita memerlukan energi yang cukup besar dengan harga bersaing dengan pasokan yang kontinyu.
Dengan rencana akan dihapuskannya PLTU batubara, maka peluang pembangunan PLTN terbuka luas sebagai salah satu pilar pendukung utama terwujudnya kemandirian ekonomi.
Masalah pembangunan PLTN di Indonesia adalah karena faktor politik yang sangat dominan.
Dengan melihat dukungan politik yang begitu kuat pada Presiden Jokowi, maka tidak sulit bagi Jokowi untuk secepatnya mengambil keputusan Indonesia GO PLTN sesuai amanat UU No 10 tahun 1997.
Perlu ada keberanian, tekad dan nekad demi kepentingan rakyat Indonesia untuk sejahtera.
Sebagai titisan dan pengagum Bung Karno, maka Presiden Jokowi jangan kalah dengan Soeharto yang mengukir berbagai prestasi program nuklir seperti diuraikan diatas.
Jokowi akan menandingi prestasi Soeharto apabila berhasil membangun PLTN yang sangat diimpikan oleh Bung Karno bahkan rakyat Indonesia.
Sebagai kata akhir, Presiden Jokowi perlu ingat dan laksanakan pesan Bung Karno yang mengatakan ?bahwa cita-cita kita dengan keadilan sosial ialah suatu masyarakat yang adil dan makmur, dengan menggunakan alat-alat industri, alat-alat teknologi yang sangat modern?? (ttt)