Analis politik yang juga pengajar Ilmu Komunikasi Politik dan Teori Kritis pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang Mikhael Rajamuda Bataona menilai, pemberian bunga Anggrek disertai ucapan selamat ulang tahun ke-77 dari Jokowi untuk Megawati adalah apresiasi yang khas politik tetapi menjadi sangat simbolik, apalagi warnanya bukan merah.
“Menurut saya, dalam politik, hampir semua hal itu dilakukan dan dimanifestasikan lewat simbol-simbol, sehingga ada ungkapan ‘dalam politik, yang harus kamu lakukan adalah, kamu harus melihat tanpa menggunakan matamu’,” kata Mikhael Bataona di Kupang, Rabu.
Artinya, peristiwa pemberian bunga Anggrek itu jangan dilihat dari apa yang nampak tetapi lihatlah yang tak tampak di sana atau pahami apa yang ada di balik itu atau yang melampaui itu.
Secara normatif, tentu saja bunga Anggrek itu melambangkan kebangsawanan seseorang, keagungan dan kehormatan.
Dalam hal ini, Megawati adalah sosok yang punya tiga identitas mulia tersebut sehingga sangat layak mendapat bunga anggrek.
Tetapi pertanyaannya adalah, mengapa harus bunga anggrek dan mengapa harus berwarna ungu? Itulah yang menarik untuk dicermati, sebab di tengah tensi politik yang sangat panas saat ini, bunga Anggrek Jokowi ini menjadi sangat simbolik.
“Sangat syarat makna dan menurut saya, melampaui yang sekadar normatif,” kata Bataona.
Menurut dia, apabila dibaca secara akademik lewat semiotika, bunga anggrek itu, pertama, bisa dibaca sebagai representasi identitas. Anggrek berwarna Ungu itu jelas menegasikan warna merah, di mana merah adalah jati diri, identitas khas dari Megawati dan PDI Perjuangan.
Dengan pilihan bunga Anggrek berwarna ungu, dan bukan bunga Mawar merah, terbaca bahwa Jokowi sedang menggunakan simbolisme bunga untuk menyampaikan pesannya bahwa ia tidak lagi beridentitas merah.
Ia tidak lagi sejalan dengan Megawati dan PDIP karena simbol seperti bunga itu selalu memanggul ambivalensi dalam dirinya.
Menurutnya, simbol bunga, bisa menyembunyikan suatu niat atau suatu pesan dengan cara menyatakannya. Atau sebaliknya juga, bisa menyatakan niat tersebut dengan cara menyembunyikannya. Dalam hal ini, Jokowi sedang menyembunyikan identitas barunya di balik Bunga tersebut sambil menyatakan bahwa ia bukan lagi merah.
Ia tidak lagi beridentitas sama dengan Megawati yaitu merah PDIP atau dengan kata lain, Jokowi secara tersirat mau mengatakan bahwa warna, spirit, dan daya magis merah hanyalah masa lalu.
Warna merah yang telah menjadi identitas dan jati dirinya sejak 2005 saat pertama kali ia direstui Megawati sehingga terpilih menjadi Wali Kota Solo, lalu terus menjadi warna kebanggaannya sejak 2005 sampai 2012.