Aksi protes pun dilakukan, termasuk pembakaran buku pelajaran oleh para siswi yang menuntut hak mereka untuk mengenakan pakaian muslim.
Tokoh-tokoh publik perempuan juga telah bergabung dalam protes dengan mempublikasikan foto mereka mengenakan hijab.
Togjan Qojaly, anggota dewan sosial Almaty, mengklaim bahwa larangan tersebut ilegal.
Ia menegaskan bahwa penggunaan jilbab merupakan bagian dari tradisi gadis-gadis di Kazakhstan saat memasuki usia pubertas.
Menurut Qojaly, penerapan kebijakan ini dianggap sebagai suatu bentuk diskriminasi yang merugikan para gadis Muslim dalam berintegrasi ke dalam kehidupan sekuler.
Qojaly berpendapat bahwa larangan ini mungkin akan lebih mudah diterima jika hanya berfokus pada atribut yang menghambat pengenalan identitas pribadi, seperti niqab, cadar, dan burqa.
Mufti Agung Kazakhstan, Nauryzbay Kazhy Taganuly, mengusulkan solusi bahwa anak perempuan yang ingin mengenakan jilbab harus belajar di madrasah dari kelas 10, di mana pelajaran agama dan sekuler diajarkan sesuai standar pendidikan.
Sampai saat ini, pemerintah belum menolak usulan tersebut. Walaupun larangan penggunaan jilbab masih berlaku di semua lembaga pendidikan di Kazakhstan. (Tim)